Pages

Rabu, 06 November 2013

Menuju Kebahagiaan Sejati




Oleh; Hemi_Lagi_Novaryani
Setiap Manusia yang hidup di permukaan bumi ini, pasti ingin dirinya merasakan sebuah kebahagian baik lahir maupun bathin, meskipun persepsi setiap individu mempunyai perbedaan intrepretasi dalam mendefinisikan kebahagiaan itu sendiri, ada yang dengan kecukupan finansialnya mereka merasakan kebahagiaan, ada juga yang merasakan kebahagiaannya hanya dengan kehidupan sederhananya. Itu bukti akan kerelatifan kebahagiaan dimata semua orang. Jadi secara tidak langsung definisi pastinya sampai detik ini belum ditemukan titik jelasnya.
Namun kebahagiaan adalah dambaan semua orang mulai dari kalangan rendah, menengah hingga kalangan tinggi, tolak ukur kebahagiaan yang menjadi indikatornya adalah uang dan jabatan, padahal kalau kita kaitkan secara kacamata Islam, harta dan kedudukan merupakan salah satu element yang dapat dikatagorikan sebagai pengganggu dari proses jalannya ibadah, baik ibadah mahdoh maupun non mahdoh. Kendati demikian Islam telah memberikan alternative bagi semua membernya untuk mencapai suatu kebahagian sejati, ada tiga item yang seyogyanya diaplikasikan oleh manusia guna mencapai sebuah pelabuahan kebahagiaan, diantaranya;
1.      Keihlasan
Ihlas adalah salah satu sifat manusia yang dalam melakukan semua amaliahnya hanya karena Allah, dan tidak pernah mengharap balasan atas jasanya. Orang yang menerapkan sifat ihlas dalam hidupnya, akan merasakan kedamaian dan keindahan Dunia, karena semua yang dia lakukan hanya ingin mencapai Ridho Allah, dampaknya ketika dia tidak mendapatkan imbalan, maka dia tidak akan kecewa dan slalu tersenyum pada keadaan. Namun ihlas bukanlah sifat yang mudah dimiliki oleh setiap manusia, berapa banyak ulama’ yang celaka hanya karena tidak memeiliki sifat integritas itu,

“Annaasu_haka_illal_aaalim,wal_alimu_halkaa_illal_aamil,wel_aamilu_helka_illal_mukhlis_wel_mukhlisu_alaa_khotorin_adhziimin
Hadist diatas menunjukkan betapa sulitnya pencapaian predikat Ikhlas itu sampai sampai orang yang tinggi derajatnyapun belum tentu memiliki nilai ikhlas itu, dan ikhlas bukan berarti tidak melakukan yang terbaik, melainkan dengan kelapangannya semua pekerjaannya terselesaikan dengan baik dan tepat. Ironisnya ketika seorang melakukan perbuatan yang baik, namun dalam hati kecilnya terselip rasa riya’ atau takabbur. Sungguh pekerjaan yang seperi itu akan mendatangkan murka Allah, dalam artian hanya orang orang yang melakukan dengan ihlaslah yang akan mendapatkan keluasan pahala dari Allah, sebagaimana firmannya di dalam al Qur’an surat An-Nisa’ ayat 146 :
“Kecuali orang-orang yang bertobat dan memperbaiki diri dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan dengan tulus ikhlas (menjalankan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan pahala yang besar kepada orang-orang yang beriman”


2.      Jujur
Berkata dengan benar adanya salah satu cermin dari kejujuran manusia, namun sebelum melakukan proses jujur kepada orang lain, lebih baiknya terlebih dahulu membiasakan untuk jujur kepada dirinya sendiri, baru setelah itu membiasakan untuk jujur kepada semua orang. Karena sifat jujur ini sangatlah urgent dalam kehidupan manusia guna membangun sebuah relasi social yang rukun dan harmonis. Prioritas pentingnya kejujuran telah tergambar dalam hitungan kronologi sifat para utusan, dimana jujur (sidiq), memposisikan diri di urutan pertama sebelum amanah, tabliqh dan fathonah.
Setiap manusia melakukan aktivitas baik yang sifatnya hasanah maupun sayyiah akan slalau dicatat oleh malaikat tanpa adanya manipulasi sedikitpun. Mengingat pentingnya kejujuran, Allah pun memerintahkan hambanya untuk slalu bersama (bergaul) dengan orang jujur yang termaktub dalam al Qur’an surat At-taubah ayat 119 :
 “Wahai orang-orang yang beriman ! bertakwalah kepada Allah, dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar (jujur)”
Dari Ibnu Mas’ud R.a berkata Rasulullah Shallallahu a’laihi wa sallam bersabda :
Sesungguhnya berkata benar itu membawa kepada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan itu membawa ke surga, orang yang jujur itu akan selalu berkata benar sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai orang benar-benar jujur. Dan sesungguhnya berdusta itu membawa kepada kejahatan dan sesungguhnya kejahatan itu membawa ke neraka, orang yang suka berdusta itu akan selalu bohong sehingga ia ditulis disisi Allah sebagai pendusta “ (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Dalam hadist lain telah dijelaskan secara gamblang tentang ciri-ciri orang munafiq (tidak jujur)
أية المنافق ثلاث, اذا حدت كذب, واذا أخلف وعدا, واذائتمن خان
Tanda tanda orang munafiq ada tiga (1) ketika berbicara dia berdusta (3) ketika berjanji dia mengingkari, dan (3) ketika di beri kepercayaan dia berkhianat.
Qoidah diatas cukuplah memberikan sebuah pengantar ilmiah, tentang betapa pentingnya nilai kejujuran dalam rangka penunjang kebahagiaan seseorang. Kepercayaan sepertihalnya kertas kertas yang masih halus, namun apabila kertas itu sudah di lipat lipat, maka sulit untuk kembali pada kertas semula yang halus, begitupun kepercayaan ketika kita sudah dipercaya oleh orang lain, namun kita berkhianat, niscaya kita akan sulit dipercaya lagi.

3.      Rasa syukur
Syukur berarti mensyukuri dengan apa yang telah di berikan Allah berupa nikmat, baik nikmat yang kecil maupun yang besar. Implikasi dari rasa syukur itu sendiri akan mengantarkan manusia pada sendi sendi Ridhonya. Sebagai manusia yang hidup di permukaan bumi ini, sudah barang tentu dalam kesehariannya akan menemukan nikmat nikmat kecil yang kadangkala dilupakan dan diasingkan, padahal sekecil apapun nikmat yang telah di berikan Allah kalau disyukuri, akan diberikan nikmat yang lebih besar. Seperti firman Allah dalam Al-Qur’an surat Ibrahim ayat 7 :
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan : Sesungguhnya jika kamu bersyukur , niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmatKu), maka pasti azab Ku sangat berat”
Sekilas tiga macam sifat yang harus dijadikan pondasi dalam kehidupan sehari hari, dengan harapan, setiap kondisi dan situasi yang kadangkala menghilangkan senyum bahagia, bisa kembali dengan mengimplementasikan tiga nilai diatas itu, dan semoga dapat menjadi sebuah langkah awal untuk merubah semua keburukan menjadi kebaikan. Amiin. Wallahu A’lam Bi Showab






0 komentar:

Posting Komentar