Oleh; Hemi_Lagi_Novaryani
Setiap Manusia yang hidup
di permukaan bumi ini, pasti ingin dirinya merasakan sebuah kebahagian baik
lahir maupun bathin, meskipun persepsi setiap individu mempunyai perbedaan
intrepretasi dalam mendefinisikan kebahagiaan itu sendiri, ada yang dengan
kecukupan finansialnya mereka merasakan kebahagiaan, ada juga yang merasakan
kebahagiaannya hanya dengan kehidupan sederhananya. Itu bukti akan kerelatifan
kebahagiaan dimata semua orang. Jadi secara tidak langsung definisi pastinya
sampai detik ini belum ditemukan titik jelasnya.
Namun kebahagiaan adalah
dambaan semua orang mulai dari kalangan rendah, menengah hingga kalangan tinggi,
tolak ukur kebahagiaan yang menjadi indikatornya adalah uang dan jabatan, padahal
kalau kita kaitkan secara kacamata Islam, harta dan kedudukan merupakan salah
satu element yang dapat dikatagorikan sebagai pengganggu dari proses jalannya
ibadah, baik ibadah mahdoh maupun non mahdoh. Kendati demikian Islam telah
memberikan alternative bagi semua membernya untuk mencapai suatu kebahagian
sejati, ada tiga item yang seyogyanya diaplikasikan oleh manusia guna mencapai
sebuah pelabuahan kebahagiaan, diantaranya;
1.
Keihlasan
Ihlas adalah salah satu sifat
manusia yang dalam melakukan semua amaliahnya hanya karena Allah, dan tidak
pernah mengharap balasan atas jasanya. Orang yang menerapkan sifat ihlas dalam
hidupnya, akan merasakan kedamaian dan keindahan Dunia, karena semua yang dia
lakukan hanya ingin mencapai Ridho Allah, dampaknya ketika dia tidak
mendapatkan imbalan, maka dia tidak akan kecewa dan slalu tersenyum pada
keadaan. Namun ihlas bukanlah sifat yang mudah dimiliki oleh setiap manusia,
berapa banyak ulama’ yang celaka hanya karena tidak memeiliki sifat integritas
itu,
“Annaasu_haka_illal_aaalim,wal_alimu_halkaa_illal_aamil,wel_aamilu_helka_illal_mukhlis_wel_mukhlisu_alaa_khotorin_adhziimin ”
Hadist diatas menunjukkan
betapa sulitnya pencapaian predikat Ikhlas itu sampai sampai orang yang tinggi
derajatnyapun belum tentu memiliki nilai ikhlas itu, dan ikhlas bukan berarti
tidak melakukan yang terbaik, melainkan dengan kelapangannya semua pekerjaannya
terselesaikan dengan baik dan tepat. Ironisnya ketika seorang melakukan
perbuatan yang baik, namun dalam hati kecilnya terselip rasa riya’ atau takabbur.
Sungguh pekerjaan yang seperi itu akan mendatangkan murka Allah, dalam artian
hanya orang orang yang melakukan dengan ihlaslah yang akan mendapatkan keluasan
pahala dari Allah, sebagaimana firmannya di dalam al Qur’an surat An-Nisa’ ayat 146 :
“Kecuali
orang-orang yang bertobat dan memperbaiki diri dan berpegang teguh pada (agama)
Allah dan dengan tulus ikhlas (menjalankan) agama mereka
karena Allah. Maka mereka itu bersama-sama orang yang beriman dan kelak
Allah akan memberikan pahala yang besar kepada orang-orang yang beriman”
2. Jujur
Berkata
dengan benar adanya salah satu cermin dari kejujuran manusia, namun sebelum
melakukan proses jujur kepada orang lain, lebih baiknya terlebih dahulu
membiasakan untuk jujur kepada dirinya sendiri, baru setelah itu membiasakan
untuk jujur kepada semua orang. Karena sifat jujur ini sangatlah urgent dalam
kehidupan manusia guna membangun sebuah relasi social yang rukun dan harmonis.
Prioritas pentingnya kejujuran telah tergambar dalam hitungan kronologi sifat para
utusan, dimana jujur (sidiq), memposisikan diri di urutan pertama sebelum
amanah, tabliqh dan fathonah.
Setiap
manusia melakukan aktivitas baik yang sifatnya hasanah maupun sayyiah akan
slalau dicatat oleh malaikat tanpa adanya manipulasi sedikitpun. Mengingat
pentingnya kejujuran, Allah pun memerintahkan hambanya untuk slalu bersama (bergaul)
dengan orang jujur yang termaktub dalam al Qur’an surat At-taubah ayat 119 :
“Wahai orang-orang yang beriman ! bertakwalah
kepada Allah, dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar (jujur)”
Dari
Ibnu Mas’ud R.a berkata Rasulullah Shallallahu a’laihi wa sallam bersabda :
Sesungguhnya
berkata benar itu membawa kepada kebaikan dan sesungguhnya
kebaikan itu membawa ke surga, orang yang jujur itu akan
selalu berkata benar sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai orang
benar-benar jujur. Dan sesungguhnya berdusta itu membawa kepada kejahatan dan
sesungguhnya kejahatan itu membawa ke neraka, orang yang suka berdusta itu akan
selalu bohong sehingga ia ditulis disisi Allah sebagai pendusta “ (Riwayat
Bukhari dan Muslim)
Dalam
hadist lain telah dijelaskan secara gamblang tentang ciri-ciri orang munafiq
(tidak jujur)
أية المنافق ثلاث, اذا حدت كذب, واذا
أخلف وعدا, واذائتمن خان
Tanda
tanda orang munafiq ada tiga (1) ketika berbicara dia berdusta (3) ketika
berjanji dia mengingkari, dan (3) ketika di beri kepercayaan dia berkhianat.
Qoidah
diatas cukuplah memberikan sebuah pengantar ilmiah, tentang betapa pentingnya
nilai kejujuran dalam rangka penunjang kebahagiaan seseorang. Kepercayaan
sepertihalnya kertas kertas yang masih halus, namun apabila kertas itu sudah di
lipat lipat, maka sulit untuk kembali pada kertas semula yang halus, begitupun
kepercayaan ketika kita sudah dipercaya oleh orang lain, namun kita berkhianat,
niscaya kita akan sulit dipercaya lagi.
3. Rasa syukur
Syukur
berarti mensyukuri dengan apa yang telah di berikan Allah berupa nikmat, baik
nikmat yang kecil maupun yang besar. Implikasi dari rasa syukur itu sendiri
akan mengantarkan manusia pada sendi sendi Ridhonya. Sebagai manusia yang hidup
di permukaan bumi ini, sudah barang tentu dalam kesehariannya akan menemukan
nikmat nikmat kecil yang kadangkala dilupakan dan diasingkan, padahal sekecil
apapun nikmat yang telah di berikan Allah kalau disyukuri, akan diberikan
nikmat yang lebih besar. Seperti firman Allah dalam Al-Qur’an surat Ibrahim
ayat 7 :
“Dan
(ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan : Sesungguhnya jika kamu bersyukur
, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari
(nikmatKu), maka pasti azab Ku sangat berat”
Sekilas
tiga macam sifat yang harus dijadikan pondasi dalam kehidupan sehari hari,
dengan harapan, setiap kondisi dan situasi yang kadangkala menghilangkan senyum
bahagia, bisa kembali dengan mengimplementasikan tiga nilai diatas itu, dan
semoga dapat menjadi sebuah langkah awal untuk merubah semua keburukan menjadi
kebaikan. Amiin. Wallahu A’lam Bi Showab
0 komentar:
Posting Komentar