Pages

Jumat, 21 Juni 2013

penelitian kuantitatif LKP2M UIN MALIKI MALANG



JUDUL: Penerapan Model Discossion Learning Pada Pembelajaran Tasawuf Guna Meningkatkan Evektifitas Mahasiswa PAI Kelas G Semester Satu UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
A.    LATAR BELAKANG
Pada dasarnya dalam proses belajar mengajar (PMB )itu terdiri dari tiga komponen, yaitu pengajar ( dosen,guru,intrukstur dan tutor), siswa (yang belajar) dan bahan ajar yang diberikan oleh pengajar. Peran pengajar sangat penting karena ia berfungsi sebagai komunikator; begitu pula peran siswa yang berperan sebagai komunikan. Bahan ajar yang diberikan oleh pengajar, merupakan pesan yang harus dipelajari oleh siswa dan seterusnya diadopsi sebagai bekal siswa setelah menyelesaikan studinya. Dengan demikian, makin bamyak siswa tersebut melakukan adopsi dari bahan ajar yang diberikan oleh pengajar, maka makin banyak bekal yang ia pelajari selama ia b erada di kampus[1].
Bersamaan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pelaksanaan PMB ini menjadi lebih kompleks, karena ketiga komponen (pengajar, siswa dan bahan ajar) masih dipengaruhi oleh variabel  yang lain. Peran pengajar dipengaruhi oleh penguasaan ilmu pengetahuan yang ia miliki, caranya memberikan sebuah frekuensi lebih dalam pengajaran.Begitupula dengan masalah yang dialami oleh siswa. Tidak semua siswa dapat menangkap isi bahan ajar dengan cepat, tidak semua rajin, tidak semua mampu melakukan penyesuaian ( adjustment) dengan model pembelajaran yang diterapkan oleh dosennya, sehingga apabila mahasiswa dipaksakan untuk  mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan model yang memang tidak relevan untuk di aplikasikan untuk mereka, yang timbul adalah mahasiswa akan merasakan sebuah kebosanan dan beranggapan yang tidak-tidak kepada dosen pengajarnya dampak dari itu, mahasiswa akan kesulitan memahami dan mencerna penjelasan yang yang diberikan dosen kepada mereka[2].
Seperti yang terjadi di kelas PAI G ( semester satu ) tentang pembelajaran Tasawwuf yang dosennya menggunakan model ceramah dalam memberikan materinya, Mahasiswa dituntut untuk mendengarkan apa yang dikatakan oleh dosennya, sehinnga mahasiswa merasa tidak mempunyai kekuasaan didalam kelas, Peranan utama model ceramah ini adalah dosen, yang pontang panting menerangkan sekaligus yang mengilustrasiakan makna taswwuf itu dalam kehidupan sehar-hari, lebih jelasnya mahasiswa hanya menerima instannya tanpa mereka melakukan suatu proses diskusi atau saling sharing mengenai tasawwuf pada zaman modern ini, Masalah yang bertitik tempu pada model ini diantaranya mahasiswa akan merasa tidak mempunyai suatu beban tugas atau diskusi dalam pembelajarannya, kesempatan untuk bertanyapun kadangkala terabaikan, saking khuhsu’nya dosen menerangkan materi pembelajarannya.
Banyak hal keluhan para Mahasiswa yang mengikuti pembelajaran tasawwuf sendiri sebagian ada yang bilang; dosen yang mengajar mata kuliah tasawwuf kurang menggunakan fasilitas yang ada, ada juga yang mengungkapkan, disaat mengikuti pembelajaran Tasawwuf merasa ngantuk, dan membosankan. Dan seringkali Mahasiswa yang mengikuti pembelajaran itu menemui satu masalah tentang pemahaman tapi dosen pengajar yang mengampuh pelajaran Tasawuf itu tidak memberikan kebebasan .
Apa karena mata kuliah Tasawwuf itu suatu bidang ilmu yang sifatnya teologis yang apabila diterapkan model pembelajaran selain model ceramah akan menyesatkan Mahasiswa dalam menerka dan memahami inti dari Tasawwuf itu, Tapi yang jelas mahasiswa yang mengikuti pembelajaran pada mata kuliah itu mengalami keterbatasan ruang kosong untuk menginspirasikan pertanyaannya,
Semenjak dahulu sampai sekarang model pembelajaran ceramah ini telah diterpkan oleh guru atau dosen yang mengasjar di berbagai instansi lembaga pendidikan, karena model ini memberikan suatu kesempatan bagi para guru lebih leluasa dalam menyampaikan ilmu-ilmunya disampaing itu seperti yang dikatakan oleh salah satu dosen di pkpba bahwa model mengajaran ini sangatlah dibutuhkan dalam proses pembelajaran. Namun sebaliknya yang terjadi kelas PAI G semester satu , model ini hanya membuat kemalesan tersendiri bagi Mahasiswa yang mengikutu pembelajarna disana .
Model pengajaran dimata Mahasiswa sangatlah urgen dimata Mahasiswa disamping dalm pemahaman materi pembelajarannya, juga sebagai bekal kelak setelah lulus dari kampus, dalam proses pembelajaran di lembaga pendidikan,nkarena mahasiswa tuntutan Mahasiswa sendiri pada hakikatnya, disampaing tuntutan untuk memahami materi yang di ajarin beserta implementasiannya dalam kehidupan sehari-hari, juaga dituntut untuk mempelajari berbagai macam model yang membuat anak didiknya memahami mtaeri yang diajarkan kelak.
Dari berbagai Pembelajaran yang yang telah diobservasi oleh penelitian dikelas-kelas lain, ternyata dikelas PAI A, dosen pengajarnaya juga menggunakan model cermah, tapi disela-sela pembelajarannya, dosen dikelas itu menyempatkan menggunakan fasilitas yang ada seperi menonton realita yang berhubunagan dengan pembelajaran Tasawwuf sendiri. Sehingga Mahasisqa yang mengikuti pembelajaran bisa mengetahui materi sekaligus dapat mengetahui pengamalan ilmu Tasawwuf sendiri dalam kehiupan sehari, jadi bukan sebatas memahami materi tapi juga pengamalannya, Setelah penontotan film dikelas itu dosen menanyakan apa saja yang ieterkaitan Tasawwuf dalam kehidupan sehari-hari, Aksi dan interaksipun semakin berasimilasi, sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan kondusif dan sesuai dengan apa yang dimauian oleh mahasiswanya.
Namun peneliti disini hanya menitik beratkan bagaimana  “persepsi Mahasiswa PAI G terhadapa gaya mengajar dosen dalam pembelajaran Tasawwuf” Sehingga dengan adanya suatu pemecahan-pemecahan yang sekiranya tidak cocok digunakan dalam pembelajaran tersebut, Dengan berdasarkan keluhan-keluhan dari mahasiswa, peneliti mencoba memberika suatu jalan keluar agar Mahasiswa dapat mengikuti pembelajaran dengan penuh semangat, seperti yang telah diuraikan diatas tentang model yang digunakan kelas-kelas lain dalam pembelajaran Tasawwuf  yatu dengan dengan model Berdiskusi dengan Mahasiswa, karena kalau kita sejenak memperhatikan pola kehidupan mahasiswa mereka cendrung ke egoannnay di utamakan, jadi melalui model Diskusi ini Mahasiswa diharapkan dapat ikut serta dalam pendalaman materi, dan dalam model diskusi ini argumentasi yang didapatkan adlah hasil semua Mahasiswa yang ada dikelas itu, jalinan pembelajaran dikelas menjadi aktif baik dari segi dosen pengajarnay maupun mahasiswa yang mengikuti pembelajarannya.
B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan wacana masalah pembelajaran diatas, dapat ditarik sebuah Rumusan peramsalahan tentang Penerapan Model Discossion Learning Pada Pembelajaran Tasawuf Guna Meningkatkan Evektifitas Mahasiswa PAI Kelas G Semester Satu UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
C.    TUJUAN PENELITIAN
Dengan adanya masalah yang di sebutkan dalam rumusan masalah, Maka tujuan penelitian ini, Menawarkan model baru dalam pembelajaran Taswuf di kelas PAI G, Dengan menggatikan model ceramah dengan model diskusi, dengan model diskusi mahasiswa akan lebih aktif di kelas.
D.    BATASAN MASALAH
Penelitian ini hanya menitik baratkan tentang Penerapan Discossion Learning pada pembelajaran tasawuf mahasiswa PAI kelas G semester satu UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
E.     MANFAAT PENELITIAN
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan mempunyai nilai tersendiri bagi berbagai kalangan, diantaranya;

a.      Bagi Mahasiswa
Penelitian yang dilakukan ini, elemen yang terpenting adalah mahasiswa karena Mahasiswalah yang membutuhkan suatu pengajaran nefektif sehingga mereka ,mem,peroleh pengetahuan yang luas dan dinamis, dan dengan adanya pengubahan model ceramah ke model diskusi dalam pembelajaran tasawwuf ini, agar Mahasiswa dapat memposisikan dirinya sendiri dalam keademikan, jadi tidak hanya mendengarkan, tapi stamina keaktifan mahasiswa  didalam kelas sangatlah dibutuhkan.
b.      Bagi Dosen.
Tolak ukur sukses tidaknya Mahasiswa dalam proses pembelajarannya, peran dosen sangatlah berpengaruh, karena dosen disini merupakan seorang guru yang mempunyai kegunaan untuk memberikan ilmu sekaligus memberikan contoh sendiri dalam proses pembelajaran, Penelitian ini, Argumentasi dari dosen memang tidak di kedepankan, tapi secara tidask lansung seorang dosen selayaknya dapat mengubah gaya atau model pembelajarannya yang sesuai dengan keadaan Mahasiswanya terutana dalam pembelajaran Tasawwuf sendiri.
c.       Bagi Fakultas.
Manfaat tersendiri bagi fakultas ialah, kiranya dekan fakultas dapat memilih dosen yang ideal dalam bidang pembelajaran Tasawuf, sehingga dapat mengoptimalkan tahapan-tahapan pembelajaran Tasawuf secara sistematika dan model pembelajarannya dapat diterima oleh sebagian besar Mahasiswa, sukses tidaknya suatu pembelajarannya tergantung pada kecakapan seorang guru atau dosen.
F. KAJIAN PUSTAKA.
Penelitian tindakan kelas atau Classroom Action Research, yaitu penelitian yang dilakukan oleh guru dikelasnya atau disekolah tempat dia mengajar dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses dan praktis pembelajaran.
Tujuan PTK adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas praktek pembelajaran secara berkesinambungan sehingga meningkatkan mutu hasil instruksional; mengembangkan ketrampilan guru; meningkatkan relevansi; meningkatkan efisiensi; pengolahan instruksional serta menumbuhkan budaya meneliti pada komunitas guru.
Identifikasi masalah
PTK menggambarkan sebagai suatu proses yang dinamis meliputi aspek perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi yang merupakan langkah berurutan dalam satu siklus atau daur yang berhubungan dengan siklus berikutnya. Akar pelaksanaan PTK digambarkan dalam bentuk spiral tindakan (adaptasi Hopkins, 1993) sebagai berikut:
Perencanaan
Tindakan
Observasi
Refleksi
Perencanaan ulang
Siklus 1
Siklus 2
 

 





G.    KAJIAN TEORI
1. Model Pembelajaran[3].
Setiap mengajar mempunyai cara tersendiri dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar. Hal ini dapat dimengerti karena setiap pengajar mempunyai kapasitas mengajar yang berbeda-beda, di samping harus disesuaikan pula dengan macam disiplin ilmu pengetahuan yang diberikan kepada para siswanya. Mengajar ilmu-ilmu social mungkin berbeda-beda dengan mengajar ilmu kedokteran bila dilihat dari teknik yang dipakai dalam mengajar. Beberapa literatur yang membahas tentang hal ini dapat dibaca, antara lain, di McCloskey (1971), Hoover (1972), Joneset al (1979), Fuhrmann (1983), Ericksen ( 1984), Brown dan Atkins (1988), Eble (1988) Menges dan Mathis (1988), serta Shackelford dan Henak (1990).
Di dalam melaksanakan tugasnya, seorang pengajar memerlukan tiga hal penting, yaitu:
a.       Bagaimana cara mengajar yang baik ddan benar
b.      Alat bantu mengajar apa yang dipakai
c.       Cara mengajar apa yang digunakan.
Pengertian yang “baik dan benar” adalah sangat relatife. Cara mengajar yang baik saja belum tentu dapat dikatakan benar, karena pengajar tidak dapat mempraktikkan cara tersebut dengan apa yang semestnya yang dilakukan. Begitu pula halnya dengan cara mengajar yang benar belum tentu dapat dikatan baik. Cara mengajar yang baik dan benar adalah cara mengajar yang dapat dipraktikkan dan menghasilkan keluaran ( ouput) seperti yang diharapkan, sebagai berikut:
a.       Ceramah
b.      Study Kasus
c.       Diskusi
d.      Demonstrasi ( peragaan)
e.       Tanya jawab
f.       Belajar Sendiri
g.      Wawancara
h.      Laboratorium
i.        Simulasi
j.        Pekerjaan Rumah
k.      Tutorial.
Dari beberapa cara tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a.       Pekerjaan yang dapat dilakukan didalam kelas
b.      Pekejaan yang dapat dilakukan di luar kelas ( laboratorium, tempat praktek lapangan ).
c.       Pekerjan yang dapat diselesaikan dimana saja ( tugas rumag, tugas mandiri )
2. Model pembelajaran Diskusi.
a.      Penjelasan meode pembelajaran Diskusi
Model pembelajaran merupakan suatu cara yang digunakan guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat berbagai model yang dapat digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Guru harus memahami berbagai model pembelajaran agar guru dapat memilih dan menggunakan model yang tepat sesuai dengan materi dan tujuan pembelajarannya. Model pembelajaran yang digunakan diharapkan mampu meningkatkan kemampuan peserta didik dalam proses berpikir dan mengungkapkan pendapat. Salah satu model yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik yaitu model diskusi. Diskusi merupakan komunikasi seseorang berbicara satu dengan yang lain ,saling berbagi gagasan dan pendapat. Menurut Suryosubroto (1997: 179), adalah suatu percakapan ilmiah oleh beberapa orang yang bergabung dalam suatu kelompok, untuk saling bertukar pendapat tentang suatu masalah atau bersama-sama mencari pemacahan mendapatkan jawaban dan kebenaran atas suatu masalah. Model diskusi mendorong siswa untuk berdialog dan bertukar pendapat, dengan tujuan agar siswa dapat terdorong untuk berpartisipasi secara optimal, tanpa ada aturan-aturan yang terlalu keras, namun tetap harus mengikuti etika yang disepakati bersama. Diskusi digunakan oleh guru apabila hendak:
  1. memanfaatkan berbagai kemampuan yang dimiliki oleh siswa
  2. memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan kemampuannya masing-masing
  3. memperoleh umpan balik dari para siswa tentang apakah tujuan yang telah dirumuskan telah tercapai
  4. membantu para siswa balajar berpikir teoretis dan praktis lewat berbagai mata pelajaran dan kegiatan sekolah
  5. membantu para siswa belajar menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman-temannya (orang lain)
  6. mengembangkan motivasi untuk belajar lebih lanjut[4]
Pemanfaatan diskusi oleh guru mempunyai arti untuk memahami apa yang ada didalam pemikiran siswa dan bagaimana memproses gagasan dan informasi yang diajarkan melalui komunikasi yang terjadi selama pembelajaran yang berlangsung baik antar siswa. Sehingga diskusi menyediakan tatanan sosial dimana guru dapat membantu siswa menganalisis proses berpikir mereka.Adapun kegiatan guru dalam pelaksanaan model diskusi sebagai berikut:
·         Guru menetapkan suatu pokok atau problem yang akan didiskusikan atau guru meminta kepada siswa untuk mengemukakan suatu pokok atau problem yang akan didiskusikan.
·         Guru menjelaskan tujuan diskusi.
·         Guru memberikan ceramah dengan diselingi tanya jawab mengenai materi pelajaran yang didiskusikan.
·         Guru mengatur giliran pembicara agar tidak semua siswa serentak berbicara mengeluarkan pendapat.
·         Menjaga suasana kelas dan mengatur setiap pembicara agar seluruh kelas dapat mendengarkan apa yang sedang dikemukakan.
·         Mengatur giliran berbicara agar jangan siswa yang berani dan berambisi menonjolkan diri saja yang menggunakan kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya.
·         Mengatur agar sifat dan isi pembicaraan tidak menyimpang dari pokok/problem.
·         Mencatat hal-hal yang menurut pendapat guru harus segera dikoreksi yang memungkinkan siswa tidak menyadari pendapat yang salah.
·         Bukan lagi menjadi pembicara utama melainkan menjadi pengatur pembicaraan.
Kegiatan siswa dalam pelaksanaan model diskusi sebagai berikut:
·         Menelaah topik/pokok masalah yang diajukan oleh guru atau mengusahakan suatu problem dan topik kepada kelas.
·         Ikut aktif memikirkan sendiri atau mencatat data dari buku-buku sumber atau sumber pengetahuan lainnya, agar dapat mengemukakan jawaban pemecahan problem yang diajukan.
  • Mengemukakan pendapat baik pemikiran sendiri maupun yang diperoleh setelah membicarakan bersama-sama teman sebangku atau sekelompok.
  • Mendengar tanggapan reaksi atau tanggapan kelompok lainnya terhadap pendapat yang baru dikemukakan.
  • Mendengarkan dengan teliti dan mencoba memahami pendapat yang dikemukakan oleh siswa atau kelompok lain.
  • Menghormati pendapat teman-teman atau kelompok lainnya walau berbeda pendapat.
  • Mencatat sendiri pokok-pokok pendapat penting yang saling dikemukakan teman baik setuju maupun bertentangan.
  • Menyusun kesimpulan-kesimpulan diskusi dalam bahasa yang baik dan tepat.
  • Ikut menjaga dan memelihara ketertiban diskusi.
  • Tidak bertujuan untuk mencari kemenangan dalam diskusi melainkan berusaha mencari pendapat yang benar yang telah dianalisa dari segala sudut pandang.
Diskusi adalah cara lain dalam proses belajar mengajar. Dengan diskusi diharapkan siswa dapat berpartisipasi penuh dalam pelajaran yang diberikan. Walaupun demikian, cara diskusi yang baik kadang juga sulit dilakukan di kelas, antar lain disebabkan adanya monopoli dari peserta diskusi atau peserta tidak siap melakukan diskusi tersebut. Cara ini juga menjadi tidak efisien, kalau pesertanya sangat pasif dan tidak berusaha melakukan inisiatif, walaupun sebenarnya ia potensial umtuk berkonstribusi dalam diskusi tersebut. Sebaliknya, merreka yang suka bicara(talkactve) seringkali monopoli diskusi; padahal sebenarnya mereka tidak atau kurang mengetahui tentang apa yang didiskusikan.
b. Macam-macam Diskusi[5]
1.      Diskusi Kelas
    Diskusi kelas atau disebut juga diskusi kelompok adalah proses pemecahan masalah yang dilakukan oleh seluruh anggota kelas sebagai peserta diskusi. Prosedur yang digunakan dalam jenis diskusi ini adalah: (1) guru membagi tugas sebagai pelaksanaan diskusi, misalnya siapa yang akan menjadi moderator, siapa yang menjadi penulis; (2) sumber masalah (guru, siswa, atau ahli tertentu dari luar) memaparkan masalah yang harus dipecahkan selama 10-15 menit; (3) siswa diberi kesempatan untuk menanggapi permasalahan setelah mendaftar pada moderator; (4) sumber masalah memberi tanggapan; dan (5) moderator menyimpulkan hasil diskusi.
2.      Diskusi Kelompok Kecil
   Diskusi kelompok kecil dilakukan dengan membagi siswa dalam kelompok-kelompok. Jumlah anggota kelompok antara 3-5 orang. Pelaksanaannya dimulai dengan guru menyajikan permasalahan secara umum, kemudian masalah tersebut dibagi-bagi ke dalam submasalah yang harus dipecahkan oleh setiap kelompok kecil. Selesai diskusi dalam kelompok kecil, ketua kelompok menyajikan hasil diskusinya.
3.      Simposium
   Simposium adalah model mengajar dengan membahas suatu persoalan dipandang dari berbagai sudut pandang berdasarkan keahlian. Simposium dilakukan untuk memberikan wawasan yang luas kepada siswa. Setelah para penyaji memberikan pandangannya tentang masalah yang dibahas, maka simposium diakhiri dengan pembacaan kesimpulan hasil kerja tim perumus yang telah ditentukan sebelumnya.
4.      Diskusi Panel
   Diskusi panel adalah pembahasan suatu masalah yang dilakukan oleh beberapa orang panelis yang biasanya terdiri dari 4-5 orang di hadapan audiens. Diskusi panel berbeda dengan jenis diskusi lainnya. Dalam diskusi panel audiens tidak terlibat secara langsung, tetapi berperan hanya sekadar peninjau para panelis yang sedang melaksanakan diskusi. Oleh sebab itu, agar diskusi panel efektif perlu digabungkan dengan model lain, misalnya dengan model penugasan. Siswa disuruh untuk merumuskan hasil pembahasan dalam diskusi.


c.  Ciri-ciri Model pembelajaran Diskusi
Setiap model pembelajaran pasti mempunyai suatu karektaristik yang berbeda-beda baik penerapannya maupun kegunaannya, karena disetiap guru mempunyai khas tersendiri dalm pengajarannya, seperti guru yang mengajar mata kuliah bahasa Indonesia tentunya sangatlah berbeda dengan dosen yang mengampu mata kuliah tasawuf. Tapi  pembahasan pada item ini akan dijelaskan tentang cirri khas dari meyode diskusi sendiri
Soetomo menyebutkan bahwa model diskusi merupakan suatu model pengajaran yang mana guru memberikan suatu permasalahan kepada murid, dan para murid diberikan kesempatan secara bersama-sama untuk memecahkan masalah itu dengan temman-temannya. Dalam kelompok diskusi siswa saling tukar informasi tentang permasalahan yang sedang dibahas. Berdasarkan pengertian tersebut dirumuskan bahwa model diskusi memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
1.      Terdiri dari beberapa orang, bisa lebih dari tiga orang
2.      Ada permasalahan yang sedang dicarikan solusi pemecahannya.
3.      Ada yang menjadi pemimpin.
4.      Ada proses tukar pendapat atau informasi.
5.      Menghasilkan rumusan alternative pemecahan masalah yang sedang dibahas.
Dengan melaksanakan model diskusi yang dilaksanakan dengan benar, maka suasaba kelas akan menjadi semakin hidup. Aktivitas setiap siswa dalam kelompok akan semakin kelihatan. Diharapkan siswa berperan secara aktif dalam menyampaikan pendapatnya. Dapat menerima pendapat dari anggota kelompok yang  mempunyai pendapat berbeda juga akan mewarnai kehidupan diskusi, semakin banyak yang berpendapat, maka diskusi semakin baik.
Adapun hal-hal yang harus dijalani oleh guru agar pelaksanaan diskusi menjadi semakin baik antara lain:

1. Menjelaskan kembali apa yang menjadi pokok permasalahan apabila terjadi penyimpangan dalam pembicaraan
2. Menunjukkan aspek penting yang menjadi permasalahan.
3. Merumuskan kembali pertanyaan atau jawaban siswa agar semakin memperjelas pendapat atau pertanyaan yang kurang dimengerti oleh siswa yang lain.
4. Memberikan bimbingan apabila terjadi kebuntuhan dalam proses diskusi.
5. Menyimpulkan semua yang telah dikemukakan siswa, serta menunjukkan alternative pemecahan masalah yang paling tepat.
6. Menjadi penengahan manakala terjadi perdebatan yang tidak segera dapat diselesaikan oleh siswa.
d. Prinsip Umum Penggunaan Model Diskusi [6]   
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan model diskusi, antara lain sebagai berikut.            

.   1. Perumusan masalah atau masalah-masalah yang   didiskusikan agar dilakukan bersama-sama dengan siswa.    
        2.   Menjelaskan   hakikat masalah itu disertai tujuan   mengapa masalah 
    tersebut dipilih untuk didiskusikan.     
      3.  Pengaturan peran siswa yang meliputi pemberian tanggapan, saran, 
pendapat,   pertanyaan, dan   jawaban   yang   timbul untuk memecahkan masalah.                  
     4.  Memberitahukan tata tertib diskusi.          
     5.  Pengarahan pembicaraan agar sesuai dengan tujuan.           
     6.  Pemberian bimbingan siswa untuk mengambil kesimpulan.          

          Langkah-langkah   diskusi sangat bergantung   pada   jenis diskusi yang digunakan. Hal ini dikarenakan tiap-tiap   jenis memiliki   karakteristik masing- masing. Seminar memiliki   karakteristik   yang berbeda dengan simposium,  brain   storming, debat,   panel, sindikat group dan lain-lain.   Demikian   pula  siposium dan yang lain-lain tersebut juga memiliki karakteristik   yang  berbeda satu dengan yang lainnya. Akibat   perbedaan karakteristik  tersebut, maka langkah dan atau   prosedur pelaksanaannya   berbeda   satu  dengan   yang   lain.   Meskipun demikian, secara umum untuk keperluan  pembelajaran di kelas, langkah-langkah   diskusi   kelas   dapat   dilaksanakan  dengan prosedur yang lebih sederhana. Moedjiono, dkk (1996)   menyebutkan  langkah-langkah   umum   pelaksanaan   diskusi   sebagai berikut ini.  

      1.  Merumuskan masalah secara jelas 
      2.  Dengan   pimpinan guru para siswa   membentuk   kelompok-kelompok  diskusi, memilih pimpinan diskusi (ketua, sekretaris,   pelapor), mengatur tempat   duduk,   ruangan, sarana, dan sebagainya sesuai dengan tujuan diskusi. Tugas   pimpinan diskusi antara lain: (1) mengatur   dan  mengarahkan diskusi, (2)      mengatur "lalu lintas" pembicaraan.         
      3.  Melaksanakan diskusi. Setiap anggota diskusi hendaknya tahu   persis apa yang akan didiskusikan dan   bagaimana cara berdiskusi. Diskusi harus berjalan dalam   suasana bebas, setiap anggota tahu bahwa mereka mempunyai   hak bicara yang sama.          
      4.  Melaporkan   hasil   diskusinya. Hasil-hasil   tersebut   ditanggapi   oleh semua siswa, terutama dari kelompok   lain. Guru   memberi   alasan atau penjelasan   terhadap   laporan tersebut. 
     5.  Akhirnya   siswa mencatat hasil diskusi, dan   guru   mengumpulkan laporan  hasil diskusi dari tiap kelompok.            

Budiardjo,
dkk, 1994:20--23 membuat   langkah penggunaan model diskusimelalui tahap-tahap berikut ini.   

       1.    Tahap Persiapan 
                 a.    Merumuskan tujuan pembelajaran
                 b.     Merumuskan permasalahan dengan jelas dan ringkas.    
                 c.     Mempertimbangkan karakteristik anak dengan benar.      
                  d.     Menyiapkan kerangka diskusi yang meliputi: (1) menentukan
merumuskan aspek-aspek masalah,(2) menentukan alokasi waktu,(3) menuliskan garis besar bahan diskusi,(3) menentukan format susunan tempat,(4) menetukan aturan main jalannya diskusi.           
               e.  Menyiapkan fasilitas diskusi, meliputi: (1) menggandakan bahan diskusi,(2) menentukan dan mendisain tempat,(3) mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan.           

        2.    Tahap pelaksanaan        
            a.    Menyampaikan tujuan pembelajaran.
            b.    Menyampaikan pokok-pokok yang akan didiskusikan.        
            c.    Menjelaskan prosedur diskusi.          
            d.    Mengatur kelompok-kelompok diskusi        
            e.    Melaksanakan diskusi.          



       3.    Tahap penutup   
           a.    Memberi kesempatan kelompok untuk melaporkan hasil        .
           b.    Memberi kesempatan kelompok untuk menanggapi. 
           c.    Memberikan umpan balik.      
           d.    Menyimpulkan hasil diskusi. 
   
         Untuk mempertahankan kelangsungan, kelancaran dan efektivitas diskusi,  guru sebagai   pemimpin   diskusi   memegang peranan   menentukan. Mainuddin, Hadisusanto   dan   Moedjiono, 1980:8--9, menyebutkan sejumlah peranan yang harus dimainkan guru sebagai pemimpin diskusi, adalah berikut    :
           a.     Initiating,   yakni menyarankan gagasan baru,   atau   cara baru dalam   melihat masalah yang sedang didiskusikan.          
           b.    Seeking   information, yakni meminta fakta   yang   relavan atau      informasi yang otoritarif tentang topik diskusi.        
          c.  Giving   information,   yakni   fakta   yang   relavan    atau menghubungkan pokok diskusi dengan   pengalaman   pribadi peserta. 
          d.     Giving   opinion,   yakni memberi pendapat   tentang   pokok yang sedang dipertimbangkan kelompok, bisa dalam   bentuk menantang konsesus atau sikap "nrimo" kelompok.                   
         e. Clarifying,   yakni merumuskan kembali pernyataan   sesorang; 
 memperjelas pernyataan sesorang anggota.        
         f.    Elaborating,   yakni mengembangkan   pernyataan   seseorang atau member contoh atau penerapan.
         g.    Controlling,   yakni   menyakinkan   bahwa   giliran   bicara merata;
menyakinkan   bahwa anggota yang   perlu   bicara, memperoleh giliran
bicara.
         h.    Encouraging,   yakni   bersikap   resetif   dan   responsitif terhadap
pernyataan serta buah pikiran anggota.    
         i.    Setting   Standards, yakni memberi atau meminta   kelompok menetapkan,kriteria untuk menilai urunan anggota.   
         j
.  Harmonizing,   yakni   menurunkan   kadar   ketegangan   yang terjadi dalamdiskusi.
        k.  Relieving   tension, yakni
melakukan  penyembuhan setelah terjadinya tegangan.        
         l.   Coordinating,   yakni   menyimpulkan  gagasan  pokok   yang timbul   dalam diskusi, membantu   kelompok   mengembangkan gagasan.           
         m. Orientating,
yakni menyampaikan posisi yang telah   dicapai   kelompok dalam diskusi dan   mengarahkan   perjalanan diskusi selanjutnya. 
        n.     Testing, yakni menilai pendapat dan meluruskan   pendapat kearah yang seharusnya dicapai            . 
         o.     Consensus   Testing,   menialai tingkat   kesepakatan   yang telah dicapai dan menghindarkan perbedaan pandangan.     
         p.     Summarizing,   yakni   merangkum   kesepakatan   yang   telah dicapai
. 
e.  Definisi tasawuf dan Pembelajarannya.
Tasawuf merupakan salah satu jalan untuk meningkatkan kualitas ibadah seorang hamba kepada Tuhannya, melalui beberapa tahapan, mulai dari bersyari’at, bertthoriqot hingga mencapai kehakikatan dalam menyatukan Allah.Pembelajaran Tasawuf diajarkan di beberapa perguruan Tinggi Islam dengan tujuan agar mencetak kader-kader yang mempunyai keistiqoma’an dalam beribadah kepada Allah, dan menjalin hubungan baik dengan masyrakat setempat melalui hubungan social yang di kolaborasikan dengan dengan sikap santun sebagaimana yang dilakukan oleh para sufisme.
Semenjak Mahasiswa diajarkan tentang untuk slalu berspiritual melalui meningkatkan kualitas ibadah, dari itu pembelajaran Tasawuf sangatlah urgen dikaji dan telaah, hinnga menemukan suatu kepecayaan yang disertai dengan pengamalan dalam rode-roda kehidupan ini, tak jarang kita temui perlakian seorang mahasiswa yang acu tak acuh akan kondisi yang ada di Masyrakat setempat, padahal secara dinamistik kehidupan Mahasiswa yang di sebut-sebut sebagai Agent of Change, sangatlah dierluka dalam kehidupan bermasyrakat ( hablu min Annas )
Tak lepass dari itu pembelajaran Tasawuf di samping hubungan secara horizontal juga secara vertical, sehingga debgab adanya kolerasi antara pembelajaran yang sering kita sebut sebagai ilmu sufisme itu dapat membantu perkehidupan dimas yang akan datang ketika terjun di ranah Masyrakat.
f.  Keunggulan Model diskusi dalam pembelajaran Taswuf.
1.       Mempertinggi peran serta secara perorangan
2.      Mempertinggi peran serta kelas secara keseluruhan, dan
3.      Memupuk sikap saling menghargai pendapat orang lain.
Dalam berdiskusi tidak semua persoalan patut didiskusikan, persoalan yang patut didiskusikan kehendaknya memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
1.       Menarik perhatian peserta didik
2.      Sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik
3.      Memiliki lebih dan satu kemungkinan pemecahan atau jawaban, bukan kebenaran lunggal, dan
4.      Pada umumnya tidak mencari mana jawaban yang benar, melainkan menggunakan pertimbangan dan perbandingan.

Kelemahan Model Diskusi dalam pembelajaran Tasawuf.
1.       Sering terjadi pembicaraan dalam diskusi dikuasai oleh 2 atau 3 orang peserta didik yang memiliki keterampilan berbicara
2.      Kadang-kadang pembahasan dalam diskusi meluas, sehingga kesimpulan menjadi kabur
  1. Memerlukan waktu yang cukup panjang, yang kadang-kadang tidak sesuai dengan yang direncanakan
d. Dalam diskusi sering terjadi perbedaan pendapat yang bersifat emosional yang tidak dikontrol akibatnya, kadang-kadang ada pihak yang merasa tersinggung, sehingga dapat mengganggu iklim pembelajaran.
Namun disamping untuk menunjang keaktitfan siswa dalam berargumentasi, dengan adanya model diskusi itu, sekiranya Mahasiswa dapat merefeleksi adanya sebuah kejadian yang berhubungan dengan kehidupan, apabila kita bandingakan model ceramah yang hanya memprioritaskan rasa yang dimiliki oleh gurunya, tapi Alternatif yang terbaik untuk menunjang adanya sebuah pembelajaran di kelas PAI G, ialah dengan mengganti model pembellajaran yang pas dan tepat, atau memilih dosen yang sekiranya dapat menerapkan model diskusi dalam pembelajaran TYasawuf sendiri, dan seruan masalah ketidak relevanan dosen berasal dari teman – teman yang mengikuti prosesi pembelajaran di kelas PAI G fakultas tarbiah[7]


H.    MODEL PENELITIAN.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pertama kali diperke-nalkan oleh ahli psikologi sosial Amerika yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1946. Inti gagasan Lewin inilah yang selanjutnya di-kembangkan oleh ahli-ahli lain seperti Stephen Kemmis, Robin Mc Tanggart, John Elliot, Dave Ebbutt, dan sebagainya. PTK di Indonesia baru dikenal pada akhir dekade 80-an. Oleh karenanya, sampai dewasa ini keberadaannya sebagai salah satu jenis peneliti-an masih sering menjadi perdebatan jika dikaitkan dengan bobot keilmiahannya.
Menurut Stephen Kemmis (1983), PTK adalah suatu bentuk kegiatan penelaahan atau inkuiri melalui refleksi diri yang dilaku-kan  oleh peserta kegiatan pendidikan tertentu dalam situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas dan kebe-naran dari (a) praktik-praktik sosial atau pendidikan yang mereka lakukan sendiri, (b) pemahaman mereka terhadap praktik-praktik tersebut, dan (c) situasi di tempat praktik itu dilaksanakan (David Hopkins, 1993: 44). Sedangkan Tim Pelatih Proyek PGSM (1999) mengemukakan bahwa PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktik pembelajaran tersebut dilakukan (M. Nur, 2001)
PTK memiliki empat tahap yang dirumuskan oleh Lewin (Kemmis dan Mc Taggar, 1992) yaitu Planning (Rencana), Action (Tindakan), Observation (Pengamatan), dan Reflection (Refleksi). Berikut ini adalah penjelasannya:
1.      Planning (Rencana)
Rencana merupakan tahapan awal yang harus dilakukan guru sebelum melakukan sesuatu. Diharapkan rencana tersebut berpandangan ke depan, serta fleksibel untuk menerima efek-efek yang tak terduga dan dengan rencana tersebut secara dini kita dapat mengatasi masalah. Dengan perencanaan yang baik seorang prak-tisi akan lebih mudah untuk mengatasi kesulitas dan mendorong para praktisi tersebut untuk bertindak dengan lebih efektif. Sebagai bagian dari perencanaan, partisipan harus bekerja sama dalam diskusi untuk membangun suatu kesamaan bahasa dalam menganalisis dan memperbaiki pengertian maupun tindakan mereka dalam situasi tertentu.
2.      Action (Tindakan)
Tindakan ini merupakan penerapan dari perencanaan yang telah dibuat yang dapat berupa suatu penerapan model pembelajaran tertentu yang bertujuan untuk memperbaiki atau menyempurnakan model yang sedang dijalankan. Tindakan tersebut dapat dilakukan oleh mereka yang terlibat langsung dalam pelaksanaan suatu model pembelajaran yang hasilnya juga akan diperguna-kan untuk penyempurnaan pelaksanaan tugas.
3.      Observation (Pengamatan)
Pengamatan ini berfungsi untuk melihat dan mendoku-mentasikan pengaruh-pengaruh yang diakibatkan oleh tindakan dalam kelas. Hasil pengamatan ini merupakan dasar dilakukannya refleksi sehingga pengamatan yang dilakukan harus dapat menceritakan  keadaan yang sesungguhnya. Dalam pengamatan, hal-hal yang perlu dicatat oleh peneliti adalah proses dari tindakan, efek-efek tindakan, lingkungan dan hambatan-hambatan yang muncul.
4.      Reflection (Refleksi)
Refleksi disini meliputi kegiatan: analisis, sintesis, penafsiran (penginterpretasian), menjelaskan dan menyimpulkan.  Hasil dari refleksi adalah diadakannya revisi terhadap perencanaan yang telah dilaksanakan, yang akan dipergunakan untuk memperbaiki kinerja guru pada pertemuan selanjutnya. Dengan demikian, PTK tidak dapat dilaksanakan dalam sekali pertemuan karena hasil refleksi membutuhkan waktu untuk melakukannya sebagai planning untuk siklus selanjutnya[8].
Untuk memperjelas fase-fase dalam PTK, siklus spiral-nya dan bagaimana pelaksanaannya, Stephen Kemmis menggambarkannya dalam siklus sebagaimana tampak pada gambar.( Gambar 1 : Penelitian Tindakan Model Kemmis dan Mc Taggart)

I.  KEHADIRAN PENELITI.
Kehadiran peneliti dalam penelitian yang sejenis kealitatif seperti ini, sangatlah membutuhkan peran kehadiran peneliti, karena dalam prosesi penelitian ini perlu adanya sebuah tahapan-tahapan yang tidak akan menjadikan data itu valid apabila tidak dihadiri oleh peneliti sendiri, dan memerlukan ksentrasi dan menegement waktu yang baik untuk mencapai kselesaian sesuai waktu yang telah disepakati.
J. LOKASI PENELITIAN.
Lokasi penelitian yang di jadikan objek adalah kelas PAI G Semester 1 Universitas Maulana malik Ibrahim malang, di laksanakan penelitian ditempat itu disamping beberapa keluhan Mahasiswa terhadap dosen yang mengampuh mata kuliah tasawuf juga karena keterbatasan waktu yang bentrokan dengan UAS yang diselenggarakan oleh kampus, berlatar belakang begitulah peneliti mencoba menggaji dan menjadikan problem pembelajaran itu sebagai tolak ukur bagi semua pihak, dan sekiranya dapat dijadikan sebuah motivasi bagi para pengampuh mata kuliah untuk berlomba-lomba meningkatkan kualitas mengajarnya.
Dengan model diskusi yang mungkin akan diterapkan dalam pembelajaran Tasawuf sendiri dapat memotivasi Mahasiswa dalam kinerja belajarnya, anggapan pembelajaran Tasawuf hanya sebuah materi dapat di buang jauh-jauh dari pandangan Mahasiswa, penerapan-penerapan makna yang terkandung dari Tasawuf sendiri dapat teralisasi dalam berpola kehidupan sehari-hari.
K.    DATA DAN SUMBER DATA PENELITIAN
Terkait dengan sumber yang dijadikan sebuah acuan permasalahan dan penyelesaian dari masalah, peneliti menagitkan beberapa Mahasiswa yang dijadikan objek wawancara yang sekiranya menjadi tolak ukur yang tidak mendukung akan model pembelajaran yang diterapakan oleh dosen pengampuh mata kuliah Tasawuf, dengan berwawancara secara tatap muka dapat membantu penguat dalam peneyelesaian PTK yang sedang peneliti lakukan dan wawancara dilakukan sebagaimana keluhan dari para mahasiswa kelas PAI G tentang model pembelajaran yang tidak efektif dan membosankan itu, menjadi sebuah kemenarikan tersendiri bagi peneliti untuk menyelesaikan ketidak selarasan itu.
Disini peneiti sebelum melakukan penelitian, telah melakukan sebuah perencanaan-perencanaan yang membantu keberlangsungan penelitian, dengan menggunakan data kualitatif disertai alat bantu komunikasi yang dapat membantu kelancaran dalam mengetahui perkembangan didalam melakukan proses belajar mengajar, dengan data-data itu peneliti dapat menyimpulkan sekaligus menawarkan model pembelajaran yang baik bagi dosen untuk mahasiswanya khususnya untuk pembelajaran Tasawuf di kelas PAI G yang dalam ini sebagai objek penelitian.
L.     TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Data yang terkumpul dalam penelitian ini, diambil melalui beberapa prosedur pencarian data dengan menngunakan tahapan sebagai berikut:
1.      Wawancara
Hasil wawancara inimerupakan salah satu indikator terpenting dalam kesuksesan penelitian ini, karena penelitian tentang PTK ini, pada dasarnya berasal dari keluhan-keluhan Mahasiswa atau peserta didik yang mengikuti pembelajaran dikelas, dengan keluhan itu peneliti ingin mencoba mensistematikan guru ideal yang difavoritkan para Mahasiswa dalam pembelajaran Tasawuf khususnya dan pada semua mata kuliah umumnya.
2.      Observasi.
Bermula dari wawancara untuk menvalidkan suatu pemecahan permaslahan, peneliti melakukan sebuah sistem observasi yang tujuannya membandingkan model pembelajaran dalam satu kelas dengan kelas yang lain, sehingga memudahkan suatu priodisasi dalam pengenbangann dan pemecahan model pembelajaran yang tidak efektif
Disamping itu beberapa masukan yang diterima oleh peniliti menjadi sebuah pradigma tersendiri dalam pengenbangan mutu pendidikan yang ada dikawasan uin maulana malik ibrahim malik ini, mengingat kanpus yang telah terkenal dipenjuru dunia kiranya penting dalam peningkatan mutu pembelajaran,dan semua itu akan berimpikasi pada kualitas kader-kader lulusan yang telah lulus di lembaga pendidikan tinggi ini.
M.   ANALISA DATA
Analisa data merupakan salah satu proses yang akan menitik baratkan pada sesuatu secara mendalam, sehingga terjalinlah suatu kolerasi yang dapat menyatukan antar sesuatu dan fungsinya, dalam proses analisis inijuga mempunyai tahapan-tahapan yang diperhatikan dalam PTK diantaranya:
1.      Redsuksi data.
Adanya item ini mempunyai fungsi menyederhanakan sesuatu permasalhan yang ada di lapangan, melalui bebrapa bukti yang objekyivitas , kemudian dari itu munculah suatu bahan permaslahan yang dapat dijadikan pokok bahasan dan dapat dicarikan jalan keluarnya melalui baberapoa perbandingan yang valid melalui observasi.
2.      Penyajian Data.
Bila telah menemukan sebuah permaslahan tentunya dalam pola pikir peneliti telah muncul suatu kerangka penelitian yang dapat dijadikan sebuah landasan berfikir dalam membuat kerangka penelitian secara sistematika dan sesuai dengan kaidah penelitian. Hal ini peneliti berusah menyajikan data yang realistik dan empiris sesuai dengan apa yang terjadi dilapangan tidak boleh mengada-ngada.
Karena apabila dalam penyajian telah mencapai suatu kesempurnaan maka data yang ada dalam penelitian itu akan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya sesuai kaidah penelitian yang baik dan benar, karena apabila kita cermati kadangkala penelitian yang banyak keliru itu dalam sajiannya, dari itu peneliti mencoba menerapkan sistematika yang sekiranya cocok di semua kalangan.
N.    PENGECEKAN KEABSAHAN DATA
Sebelum sistematika yang ada dalam penelitian sendiri terselesaikan , peneliti juga mengecek adanya sebuah kesalahan yang sekiranya dapat mengguruhi konsep yang ada pada pembaca atau penerap model,langkah-langkapun harus dilakukan seperti:
1.      Melakukan pencermatan kembali tentang sesuatu yang dijadikan sebuah permasalahan.
2.      Melakukan pencarian kepustakaan yang maksimal agar dapat memperkuat ke apsahan data yang disajikan.
3.      Setting ulang ketata bahsaannya sehingga terungkai kata-kata yang ilmiah.
O.    TAHAPAN PENELITIAN
Tahapan peneilitai yang diaplikasikan dalam penelitian ini menekan sebuah perencanaan yang memungkinkan, karena penelitian itu adalh sebuah perencanaan yang diolah oleh pemikiran berdasarkan permasalhan yang dapat dicarikan jalan keluarnya, dalam tahapan kedua mencari sebuah jalan keluar yang sinkron dengan permasalahan yang ada, agar tidak terjadi sebuah jalan keluar yang sesat, setelah melakukan tahapan yang kedua peneliti langsung turun lapangan mengenai problem pembelajaran yang terjadi dikelas PAI G mengenai pembelajaran yang tidak kondusif di krebakan ketidak idealannya dosen yang mengampuh mata kuliah itu, dari permasalhan itu, peneliti terus mencari tahu masalah apa yang menjadi sebuah kendala dalam pembelajaran itu, sehingga melalui wawancara yang cukupnlam dengan mahasiswa yang mengikuti pembelajaran, setelah adanya sebuah problem itu, dicarikanlah solusi terbaik untuk dosen dalam model pembelajarannya sehinga memptivasi adanya semangat belajar siswa atau mahasiswa.








P.DAFTAR PUSTAKA
DR.B.uno, Hamzah. Model pembelajaran. Jakarta jl. Sawo raya : Bumi Aksara
John W. Best. 1982. Metodologi Penelitian (terjemahan Sanafiah Faisal dan Mulyadi GW). Surabaya: Usaha Nasional.
Kardi, S., (2000). Penelitian Tindakan Kelas. Kumpulan Makalah Teori Pembelajaran MIPA. Departemen Pendidikan Nasional Universitas Negeri Surabaya PSMS Pascasarjana.
Sukardi. (2004). Metodologi penelitian pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Suharsimi Arikunto., Suhardjono., Supardi. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara

Soekartwi, Meningkatkan Efektivitas belajar, Jakarta: Pustaka Jaya





[1] Model pembelajaran ; prof.Dr.Hamzah B.Uno,M.pd bumi aksara . jl. Sawo raya No.18, Jakarta 13220.

[2] ibid
1. Rochiati Wiriatmadja. 2007. Model Penelitian Tindakan Kelas untuk Meningkatkan Kinerja Guru dan Dosen. Bandung: Remaja Rosda Karya.


[4] Suharsimi Arikunto., Suhardjono., Supardi. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.


[5] Kardi, S., (2000). Penelitian Tindakan Kelas. Kumpulan Makalah Teori Pembelajaran MIPA. Departemen Pendidikan Nasional Universitas Negeri Surabaya PSMS Pascasarjana.


[6]John W. Best. 1982. Metodologi Penelitian (terjemahan Sanafiah Faisal dan Mulyadi GW). Surabaya: Usaha Nasional.

[7] Suharsimi Arikunto., Suhardjono., Supardi. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.


[8] Sukardi. (2004). Metodologi penelitian pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

0 komentar:

Posting Komentar