JUDUL: Penerapan Model Discossion Learning Pada
Pembelajaran Tasawuf Guna Meningkatkan Evektifitas Mahasiswa PAI Kelas G
Semester Satu UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
A. LATAR BELAKANG
Pada
dasarnya dalam proses belajar mengajar (PMB )itu terdiri dari tiga komponen,
yaitu pengajar ( dosen,guru,intrukstur dan tutor), siswa (yang belajar) dan
bahan ajar yang diberikan oleh pengajar. Peran pengajar sangat penting karena
ia berfungsi sebagai komunikator; begitu pula peran siswa yang berperan sebagai
komunikan. Bahan ajar yang diberikan oleh pengajar, merupakan pesan yang harus
dipelajari oleh siswa dan seterusnya diadopsi sebagai bekal siswa setelah
menyelesaikan studinya. Dengan demikian, makin bamyak siswa tersebut melakukan
adopsi dari bahan ajar yang diberikan oleh pengajar, maka makin banyak bekal
yang ia pelajari selama ia b erada di kampus[1].
Bersamaan
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pelaksanaan PMB ini menjadi lebih kompleks,
karena ketiga komponen (pengajar, siswa dan bahan ajar) masih dipengaruhi oleh
variabel yang lain. Peran pengajar
dipengaruhi oleh penguasaan ilmu pengetahuan yang ia miliki, caranya memberikan
sebuah frekuensi lebih dalam pengajaran.Begitupula dengan masalah yang dialami
oleh siswa. Tidak semua siswa dapat menangkap isi bahan ajar dengan cepat,
tidak semua rajin, tidak semua mampu melakukan penyesuaian ( adjustment) dengan
model pembelajaran yang diterapkan oleh dosennya, sehingga apabila mahasiswa
dipaksakan untuk mengikuti kegiatan
belajar mengajar dengan model yang memang tidak relevan untuk di aplikasikan
untuk mereka, yang timbul adalah mahasiswa akan merasakan sebuah kebosanan dan
beranggapan yang tidak-tidak kepada dosen pengajarnya dampak dari itu,
mahasiswa akan kesulitan memahami dan mencerna penjelasan yang yang diberikan
dosen kepada mereka[2].
Seperti
yang terjadi di kelas PAI G ( semester satu ) tentang pembelajaran Tasawwuf
yang dosennya menggunakan model ceramah dalam memberikan materinya, Mahasiswa
dituntut untuk mendengarkan apa yang dikatakan oleh dosennya, sehinnga
mahasiswa merasa tidak mempunyai kekuasaan didalam kelas, Peranan utama model
ceramah ini adalah dosen, yang pontang panting menerangkan sekaligus yang
mengilustrasiakan makna taswwuf itu dalam kehidupan sehar-hari, lebih jelasnya
mahasiswa hanya menerima instannya tanpa mereka melakukan suatu proses diskusi
atau saling sharing mengenai tasawwuf pada zaman modern ini, Masalah yang
bertitik tempu pada model ini diantaranya mahasiswa akan merasa tidak mempunyai
suatu beban tugas atau diskusi dalam pembelajarannya, kesempatan untuk
bertanyapun kadangkala terabaikan, saking khuhsu’nya dosen menerangkan materi
pembelajarannya.
Banyak
hal keluhan para Mahasiswa yang mengikuti pembelajaran tasawwuf sendiri
sebagian ada yang bilang; dosen yang mengajar mata kuliah tasawwuf kurang
menggunakan fasilitas yang ada, ada juga yang mengungkapkan, disaat mengikuti
pembelajaran Tasawwuf merasa ngantuk, dan membosankan. Dan seringkali Mahasiswa
yang mengikuti pembelajaran itu menemui satu masalah tentang pemahaman tapi
dosen pengajar yang mengampuh pelajaran Tasawuf itu tidak memberikan kebebasan
.
Apa
karena mata kuliah Tasawwuf itu suatu bidang ilmu yang sifatnya teologis yang
apabila diterapkan model pembelajaran selain model ceramah akan menyesatkan
Mahasiswa dalam menerka dan memahami inti dari Tasawwuf itu, Tapi yang jelas
mahasiswa yang mengikuti pembelajaran pada mata kuliah itu mengalami
keterbatasan ruang kosong untuk menginspirasikan pertanyaannya,
Semenjak
dahulu sampai sekarang model pembelajaran ceramah ini telah diterpkan oleh guru
atau dosen yang mengasjar di berbagai instansi lembaga pendidikan, karena model
ini memberikan suatu kesempatan bagi para guru lebih leluasa dalam menyampaikan
ilmu-ilmunya disampaing itu seperti yang dikatakan oleh salah satu dosen di
pkpba bahwa model mengajaran ini sangatlah dibutuhkan dalam proses
pembelajaran. Namun sebaliknya yang terjadi kelas PAI G semester satu , model
ini hanya membuat kemalesan tersendiri bagi Mahasiswa yang mengikutu
pembelajarna disana .
Model
pengajaran dimata Mahasiswa sangatlah urgen dimata Mahasiswa disamping dalm
pemahaman materi pembelajarannya, juga sebagai bekal kelak setelah lulus dari
kampus, dalam proses pembelajaran di lembaga pendidikan,nkarena mahasiswa
tuntutan Mahasiswa sendiri pada hakikatnya, disampaing tuntutan untuk memahami
materi yang di ajarin beserta implementasiannya dalam kehidupan sehari-hari,
juaga dituntut untuk mempelajari berbagai macam model yang membuat anak
didiknya memahami mtaeri yang diajarkan kelak.
Dari
berbagai Pembelajaran yang yang telah diobservasi oleh penelitian dikelas-kelas
lain, ternyata dikelas PAI A, dosen pengajarnaya juga menggunakan model cermah,
tapi disela-sela pembelajarannya, dosen dikelas itu menyempatkan menggunakan
fasilitas yang ada seperi menonton realita yang berhubunagan dengan
pembelajaran Tasawwuf sendiri. Sehingga Mahasisqa yang mengikuti pembelajaran
bisa mengetahui materi sekaligus dapat mengetahui pengamalan ilmu Tasawwuf
sendiri dalam kehiupan sehari, jadi bukan sebatas memahami materi tapi juga
pengamalannya, Setelah penontotan film dikelas itu dosen menanyakan apa saja
yang ieterkaitan Tasawwuf dalam kehidupan sehari-hari, Aksi dan interaksipun
semakin berasimilasi, sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan kondusif dan
sesuai dengan apa yang dimauian oleh mahasiswanya.
Namun
peneliti disini hanya menitik beratkan bagaimana “persepsi Mahasiswa PAI G terhadapa gaya
mengajar dosen dalam pembelajaran Tasawwuf” Sehingga dengan adanya suatu
pemecahan-pemecahan yang sekiranya tidak cocok digunakan dalam pembelajaran tersebut,
Dengan berdasarkan keluhan-keluhan dari mahasiswa, peneliti mencoba memberika
suatu jalan keluar agar Mahasiswa dapat mengikuti pembelajaran dengan penuh
semangat, seperti yang telah diuraikan diatas tentang model yang digunakan
kelas-kelas lain dalam pembelajaran Tasawwuf
yatu dengan dengan model Berdiskusi dengan Mahasiswa, karena kalau kita
sejenak memperhatikan pola kehidupan mahasiswa mereka cendrung ke egoannnay di
utamakan, jadi melalui model Diskusi ini Mahasiswa diharapkan dapat ikut serta
dalam pendalaman materi, dan dalam model diskusi ini argumentasi yang
didapatkan adlah hasil semua Mahasiswa yang ada dikelas itu, jalinan
pembelajaran dikelas menjadi aktif baik dari segi dosen pengajarnay maupun
mahasiswa yang mengikuti pembelajarannya.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
wacana masalah pembelajaran diatas, dapat ditarik sebuah Rumusan peramsalahan
tentang Penerapan Model Discossion Learning Pada
Pembelajaran Tasawuf Guna Meningkatkan Evektifitas Mahasiswa PAI Kelas G
Semester Satu UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
C. TUJUAN PENELITIAN
Dengan
adanya masalah yang di sebutkan dalam rumusan masalah, Maka tujuan penelitian ini, Menawarkan model baru dalam
pembelajaran Taswuf di kelas PAI G, Dengan menggatikan model ceramah dengan model diskusi, dengan model diskusi mahasiswa akan
lebih aktif di kelas.
D. BATASAN MASALAH
Penelitian
ini hanya menitik baratkan tentang Penerapan Discossion
Learning pada pembelajaran tasawuf mahasiswa PAI kelas G semester satu UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang.
E. MANFAAT PENELITIAN
Dengan
adanya penelitian ini, diharapkan mempunyai nilai tersendiri bagi berbagai
kalangan, diantaranya;
a.
Bagi Mahasiswa
Penelitian
yang dilakukan ini, elemen yang terpenting adalah mahasiswa karena Mahasiswalah
yang membutuhkan suatu pengajaran nefektif sehingga mereka ,mem,peroleh
pengetahuan yang luas dan dinamis, dan dengan adanya pengubahan model ceramah
ke model diskusi dalam pembelajaran tasawwuf ini, agar Mahasiswa dapat memposisikan
dirinya sendiri dalam keademikan, jadi tidak hanya mendengarkan, tapi stamina
keaktifan mahasiswa didalam kelas
sangatlah dibutuhkan.
b.
Bagi Dosen.
Tolak
ukur sukses tidaknya Mahasiswa dalam proses pembelajarannya, peran dosen
sangatlah berpengaruh, karena dosen disini merupakan seorang guru yang
mempunyai kegunaan untuk memberikan ilmu sekaligus memberikan contoh sendiri
dalam proses pembelajaran, Penelitian ini, Argumentasi dari dosen memang tidak
di kedepankan, tapi secara tidask lansung seorang dosen selayaknya dapat
mengubah gaya atau model pembelajarannya yang sesuai dengan keadaan
Mahasiswanya terutana dalam pembelajaran Tasawwuf sendiri.
c.
Bagi Fakultas.
Manfaat
tersendiri bagi fakultas ialah, kiranya dekan fakultas dapat memilih dosen yang
ideal dalam bidang pembelajaran Tasawuf, sehingga dapat mengoptimalkan tahapan-tahapan
pembelajaran Tasawuf secara sistematika dan model pembelajarannya dapat
diterima oleh sebagian besar Mahasiswa, sukses tidaknya suatu pembelajarannya
tergantung pada kecakapan seorang guru atau dosen.
F. KAJIAN PUSTAKA.
Penelitian
tindakan kelas atau Classroom Action Research, yaitu penelitian yang dilakukan
oleh guru dikelasnya atau disekolah tempat dia mengajar dengan penekanan pada
penyempurnaan atau peningkatan proses dan praktis pembelajaran.
Tujuan PTK adalah untuk
memperbaiki dan meningkatkan kualitas praktek pembelajaran secara
berkesinambungan sehingga meningkatkan mutu hasil instruksional; mengembangkan
ketrampilan guru; meningkatkan relevansi; meningkatkan efisiensi; pengolahan
instruksional serta menumbuhkan budaya meneliti pada komunitas guru.
Identifikasi masalah
|
Perencanaan
|
Tindakan
|
Observasi
|
Refleksi
|
Perencanaan ulang
|
Siklus
1
|
Siklus
2
|
G. KAJIAN TEORI
1. Model Pembelajaran[3].
Setiap mengajar mempunyai cara tersendiri
dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar. Hal ini dapat dimengerti karena
setiap pengajar mempunyai kapasitas mengajar yang berbeda-beda, di samping
harus disesuaikan pula dengan macam disiplin ilmu pengetahuan yang diberikan
kepada para siswanya. Mengajar ilmu-ilmu social mungkin berbeda-beda dengan
mengajar ilmu kedokteran bila dilihat dari teknik yang dipakai dalam mengajar.
Beberapa literatur yang membahas tentang hal ini dapat dibaca, antara lain, di
McCloskey (1971), Hoover (1972), Joneset al (1979), Fuhrmann (1983), Ericksen (
1984), Brown dan Atkins (1988), Eble (1988) Menges dan Mathis (1988), serta
Shackelford dan Henak (1990).
Di dalam melaksanakan tugasnya, seorang
pengajar memerlukan tiga hal penting, yaitu:
a. Bagaimana
cara mengajar yang baik ddan benar
b. Alat
bantu mengajar apa yang dipakai
c. Cara
mengajar apa yang digunakan.
Pengertian
yang “baik dan benar” adalah sangat relatife. Cara mengajar yang baik saja
belum tentu dapat dikatakan benar, karena pengajar tidak dapat mempraktikkan
cara tersebut dengan apa yang semestnya yang dilakukan. Begitu pula halnya
dengan cara mengajar yang benar belum tentu dapat dikatan baik. Cara mengajar
yang baik dan benar adalah cara mengajar yang dapat dipraktikkan dan
menghasilkan keluaran ( ouput) seperti yang diharapkan, sebagai berikut:
a. Ceramah
b. Study
Kasus
c. Diskusi
d. Demonstrasi
( peragaan)
e. Tanya
jawab
f. Belajar
Sendiri
g. Wawancara
h. Laboratorium
i.
Simulasi
j.
Pekerjaan Rumah
k. Tutorial.
Dari
beberapa cara tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Pekerjaan
yang dapat dilakukan didalam kelas
b. Pekejaan
yang dapat dilakukan di luar kelas ( laboratorium, tempat praktek lapangan ).
c. Pekerjan
yang dapat diselesaikan dimana saja ( tugas rumag, tugas mandiri )
2. Model pembelajaran Diskusi.
a. Penjelasan meode pembelajaran Diskusi
Model pembelajaran merupakan suatu cara yang digunakan
guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat berbagai model yang dapat
digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Guru harus memahami berbagai model
pembelajaran agar guru dapat memilih dan menggunakan model yang tepat sesuai
dengan materi dan tujuan pembelajarannya. Model pembelajaran yang digunakan
diharapkan mampu meningkatkan kemampuan peserta didik dalam proses berpikir dan
mengungkapkan pendapat. Salah satu model yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kemampuan peserta didik yaitu model diskusi. Diskusi merupakan komunikasi
seseorang berbicara satu dengan yang lain ,saling berbagi gagasan dan pendapat.
Menurut Suryosubroto (1997: 179), adalah suatu percakapan ilmiah oleh beberapa
orang yang bergabung dalam suatu kelompok, untuk saling bertukar pendapat
tentang suatu masalah atau bersama-sama mencari pemacahan mendapatkan jawaban
dan kebenaran atas suatu masalah. Model diskusi mendorong siswa untuk berdialog
dan bertukar pendapat, dengan tujuan agar siswa dapat terdorong untuk
berpartisipasi secara optimal, tanpa ada aturan-aturan yang terlalu keras,
namun tetap harus mengikuti etika yang disepakati bersama. Diskusi digunakan
oleh guru apabila hendak:
- memanfaatkan berbagai kemampuan yang dimiliki oleh siswa
- memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan kemampuannya masing-masing
- memperoleh umpan balik dari para siswa tentang apakah tujuan yang telah dirumuskan telah tercapai
- membantu para siswa balajar berpikir teoretis dan praktis lewat berbagai mata pelajaran dan kegiatan sekolah
- membantu para siswa belajar menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman-temannya (orang lain)
- mengembangkan motivasi untuk belajar lebih lanjut[4]
Pemanfaatan diskusi oleh guru mempunyai arti untuk
memahami apa yang ada didalam pemikiran siswa dan bagaimana memproses gagasan
dan informasi yang diajarkan melalui komunikasi yang terjadi selama
pembelajaran yang berlangsung baik antar siswa. Sehingga diskusi menyediakan
tatanan sosial dimana guru dapat membantu siswa menganalisis proses berpikir
mereka.Adapun kegiatan guru dalam pelaksanaan model diskusi sebagai berikut:
·
Guru menetapkan suatu pokok atau problem yang akan
didiskusikan atau guru meminta kepada siswa untuk mengemukakan suatu pokok atau
problem yang akan didiskusikan.
·
Guru menjelaskan tujuan diskusi.
·
Guru memberikan ceramah dengan diselingi tanya jawab
mengenai materi pelajaran yang didiskusikan.
·
Guru mengatur giliran pembicara agar tidak semua siswa
serentak berbicara mengeluarkan pendapat.
·
Menjaga suasana kelas dan mengatur setiap pembicara
agar seluruh kelas dapat mendengarkan apa yang sedang dikemukakan.
·
Mengatur giliran berbicara agar jangan siswa yang
berani dan berambisi menonjolkan diri saja yang menggunakan kesempatan untuk
mengeluarkan pendapatnya.
·
Mengatur agar sifat dan isi pembicaraan tidak
menyimpang dari pokok/problem.
·
Mencatat hal-hal yang menurut pendapat guru harus
segera dikoreksi yang memungkinkan siswa tidak menyadari pendapat yang salah.
·
Bukan lagi menjadi pembicara utama melainkan menjadi
pengatur pembicaraan.
Kegiatan
siswa dalam pelaksanaan model diskusi sebagai berikut:
·
Menelaah topik/pokok masalah yang diajukan oleh guru
atau mengusahakan suatu problem dan topik kepada kelas.
·
Ikut aktif memikirkan sendiri atau mencatat data dari
buku-buku sumber atau sumber pengetahuan lainnya, agar dapat mengemukakan
jawaban pemecahan problem yang diajukan.
- Mengemukakan pendapat baik pemikiran sendiri maupun yang diperoleh setelah membicarakan bersama-sama teman sebangku atau sekelompok.
- Mendengar tanggapan reaksi atau tanggapan kelompok lainnya terhadap pendapat yang baru dikemukakan.
- Mendengarkan dengan teliti dan mencoba memahami pendapat yang dikemukakan oleh siswa atau kelompok lain.
- Menghormati pendapat teman-teman atau kelompok lainnya walau berbeda pendapat.
- Mencatat sendiri pokok-pokok pendapat penting yang saling dikemukakan teman baik setuju maupun bertentangan.
- Menyusun kesimpulan-kesimpulan diskusi dalam bahasa yang baik dan tepat.
- Ikut menjaga dan memelihara ketertiban diskusi.
- Tidak bertujuan untuk mencari kemenangan dalam diskusi melainkan berusaha mencari pendapat yang benar yang telah dianalisa dari segala sudut pandang.
Diskusi
adalah cara lain dalam proses belajar mengajar. Dengan diskusi diharapkan siswa
dapat berpartisipasi penuh dalam pelajaran yang diberikan. Walaupun demikian,
cara diskusi yang baik kadang juga sulit dilakukan di kelas, antar lain
disebabkan adanya monopoli dari peserta diskusi atau peserta tidak siap
melakukan diskusi tersebut. Cara ini juga menjadi tidak efisien, kalau
pesertanya sangat pasif dan tidak berusaha melakukan inisiatif, walaupun
sebenarnya ia potensial umtuk berkonstribusi dalam diskusi tersebut.
Sebaliknya, merreka yang suka bicara(talkactve) seringkali monopoli diskusi;
padahal sebenarnya mereka tidak atau kurang mengetahui tentang apa yang
didiskusikan.
b. Macam-macam Diskusi[5]
1.
Diskusi Kelas
Diskusi kelas
atau disebut juga diskusi kelompok adalah proses pemecahan masalah yang
dilakukan oleh seluruh anggota kelas sebagai peserta diskusi. Prosedur yang
digunakan dalam jenis diskusi ini adalah: (1) guru membagi tugas sebagai pelaksanaan
diskusi, misalnya siapa yang akan menjadi moderator, siapa yang menjadi
penulis; (2) sumber masalah (guru, siswa, atau ahli tertentu dari luar)
memaparkan masalah yang harus dipecahkan selama 10-15 menit; (3) siswa diberi
kesempatan untuk menanggapi permasalahan setelah mendaftar pada moderator; (4)
sumber masalah memberi tanggapan; dan (5) moderator menyimpulkan hasil diskusi.
2.
Diskusi Kelompok Kecil
Diskusi kelompok
kecil dilakukan dengan membagi siswa dalam kelompok-kelompok. Jumlah anggota
kelompok antara 3-5 orang. Pelaksanaannya dimulai dengan guru menyajikan
permasalahan secara umum, kemudian masalah tersebut dibagi-bagi ke dalam
submasalah yang harus dipecahkan oleh setiap kelompok kecil. Selesai diskusi
dalam kelompok kecil, ketua kelompok menyajikan hasil diskusinya.
3.
Simposium
Simposium adalah model
mengajar dengan membahas suatu persoalan dipandang dari berbagai sudut pandang
berdasarkan keahlian. Simposium dilakukan untuk memberikan wawasan yang luas
kepada siswa. Setelah para penyaji memberikan pandangannya tentang masalah yang
dibahas, maka simposium diakhiri dengan pembacaan kesimpulan hasil kerja tim
perumus yang telah ditentukan sebelumnya.
4.
Diskusi Panel
Diskusi panel adalah
pembahasan suatu masalah yang dilakukan oleh beberapa orang panelis yang
biasanya terdiri dari 4-5 orang di hadapan audiens. Diskusi panel berbeda
dengan jenis diskusi lainnya. Dalam diskusi panel audiens tidak terlibat secara
langsung, tetapi berperan hanya sekadar peninjau para panelis yang sedang
melaksanakan diskusi. Oleh sebab itu, agar diskusi panel efektif perlu
digabungkan dengan model lain, misalnya dengan model penugasan. Siswa disuruh
untuk merumuskan hasil pembahasan dalam diskusi.
c. Ciri-ciri Model pembelajaran Diskusi
Setiap
model pembelajaran pasti mempunyai suatu karektaristik yang berbeda-beda baik
penerapannya maupun kegunaannya, karena disetiap guru mempunyai khas tersendiri
dalm pengajarannya, seperti guru yang mengajar mata kuliah bahasa Indonesia
tentunya sangatlah berbeda dengan dosen yang mengampu mata kuliah tasawuf.
Tapi pembahasan pada item ini akan
dijelaskan tentang cirri khas dari meyode diskusi sendiri
Soetomo
menyebutkan bahwa model diskusi merupakan suatu model pengajaran yang mana guru
memberikan suatu permasalahan kepada murid, dan para murid diberikan kesempatan
secara bersama-sama untuk memecahkan masalah itu dengan temman-temannya. Dalam
kelompok diskusi siswa saling tukar informasi tentang permasalahan yang sedang
dibahas. Berdasarkan pengertian tersebut dirumuskan bahwa model diskusi
memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
1. Terdiri
dari beberapa orang, bisa lebih dari tiga orang
2. Ada
permasalahan yang sedang dicarikan solusi pemecahannya.
3. Ada
yang menjadi pemimpin.
4. Ada
proses tukar pendapat atau informasi.
5. Menghasilkan
rumusan alternative pemecahan masalah yang sedang dibahas.
Dengan
melaksanakan model diskusi yang dilaksanakan dengan benar, maka suasaba kelas
akan menjadi semakin hidup. Aktivitas setiap siswa dalam kelompok akan semakin
kelihatan. Diharapkan siswa berperan secara aktif dalam menyampaikan
pendapatnya. Dapat menerima pendapat dari anggota kelompok yang mempunyai pendapat berbeda juga akan mewarnai
kehidupan diskusi, semakin banyak yang berpendapat, maka diskusi semakin baik.
Adapun
hal-hal yang harus dijalani oleh guru agar pelaksanaan diskusi menjadi semakin
baik antara lain:
1. Menjelaskan
kembali apa yang menjadi pokok permasalahan apabila terjadi penyimpangan dalam
pembicaraan
2. Menunjukkan
aspek penting yang menjadi permasalahan.
3. Merumuskan
kembali pertanyaan atau jawaban siswa agar semakin memperjelas pendapat atau
pertanyaan yang kurang dimengerti oleh siswa yang lain.
4. Memberikan
bimbingan apabila terjadi kebuntuhan dalam proses diskusi.
5. Menyimpulkan
semua yang telah dikemukakan siswa, serta menunjukkan alternative pemecahan
masalah yang paling tepat.
6. Menjadi
penengahan manakala terjadi perdebatan yang tidak segera dapat diselesaikan
oleh siswa.
Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam melaksanakan model diskusi, antara lain sebagai berikut.
. 1. Perumusan masalah atau masalah-masalah yang didiskusikan agar dilakukan bersama-sama dengan siswa.
2. Menjelaskan hakikat masalah itu disertai tujuan mengapa masalah
tersebut dipilih untuk didiskusikan.
3. Pengaturan peran siswa yang meliputi pemberian tanggapan, saran,
pendapat, pertanyaan, dan jawaban yang timbul untuk memecahkan masalah.
4. Memberitahukan tata tertib diskusi.
5. Pengarahan pembicaraan agar sesuai dengan tujuan.
6. Pemberian bimbingan siswa untuk mengambil kesimpulan.
Langkah-langkah diskusi sangat bergantung pada jenis diskusi yang digunakan. Hal ini dikarenakan tiap-tiap jenis memiliki karakteristik masing- masing. Seminar memiliki karakteristik yang berbeda dengan simposium, brain storming, debat, panel, sindikat group dan lain-lain. Demikian pula siposium dan yang lain-lain tersebut juga memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan yang lainnya. Akibat perbedaan karakteristik tersebut, maka langkah dan atau prosedur pelaksanaannya berbeda satu dengan yang lain. Meskipun demikian, secara umum untuk keperluan pembelajaran di kelas, langkah-langkah diskusi kelas dapat dilaksanakan dengan prosedur yang lebih sederhana. Moedjiono, dkk (1996) menyebutkan langkah-langkah umum pelaksanaan diskusi sebagai berikut ini.
1. Merumuskan masalah secara jelas
2. Dengan pimpinan guru para siswa membentuk kelompok-kelompok diskusi, memilih pimpinan diskusi (ketua, sekretaris, pelapor), mengatur tempat duduk, ruangan, sarana, dan sebagainya sesuai dengan tujuan diskusi. Tugas pimpinan diskusi antara lain: (1) mengatur dan mengarahkan diskusi, (2) mengatur "lalu lintas" pembicaraan.
3. Melaksanakan diskusi. Setiap anggota diskusi hendaknya tahu persis apa yang akan didiskusikan dan bagaimana cara berdiskusi. Diskusi harus berjalan dalam suasana bebas, setiap anggota tahu bahwa mereka mempunyai hak bicara yang sama.
4. Melaporkan hasil diskusinya. Hasil-hasil tersebut ditanggapi oleh semua siswa, terutama dari kelompok lain. Guru memberi alasan atau penjelasan terhadap laporan tersebut.
5. Akhirnya siswa mencatat hasil diskusi, dan guru mengumpulkan laporan hasil diskusi dari tiap kelompok.
Budiardjo, dkk, 1994:20--23 membuat langkah penggunaan model diskusimelalui tahap-tahap berikut ini.
1. Tahap Persiapan
a. Merumuskan tujuan pembelajaran
b. Merumuskan permasalahan dengan jelas dan ringkas.
c. Mempertimbangkan karakteristik anak dengan benar.
d. Menyiapkan kerangka diskusi yang meliputi: (1) menentukan
merumuskan aspek-aspek masalah,(2) menentukan alokasi waktu,(3) menuliskan garis besar bahan diskusi,(3) menentukan format susunan tempat,(4) menetukan aturan main jalannya diskusi.
e. Menyiapkan fasilitas diskusi, meliputi: (1) menggandakan bahan diskusi,(2) menentukan dan mendisain tempat,(3) mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan.
2. Tahap pelaksanaan
a. Menyampaikan tujuan pembelajaran.
b. Menyampaikan pokok-pokok yang akan didiskusikan.
c. Menjelaskan prosedur diskusi.
d. Mengatur kelompok-kelompok diskusi
e. Melaksanakan diskusi.
. 1. Perumusan masalah atau masalah-masalah yang didiskusikan agar dilakukan bersama-sama dengan siswa.
2. Menjelaskan hakikat masalah itu disertai tujuan mengapa masalah
tersebut dipilih untuk didiskusikan.
3. Pengaturan peran siswa yang meliputi pemberian tanggapan, saran,
pendapat, pertanyaan, dan jawaban yang timbul untuk memecahkan masalah.
4. Memberitahukan tata tertib diskusi.
5. Pengarahan pembicaraan agar sesuai dengan tujuan.
6. Pemberian bimbingan siswa untuk mengambil kesimpulan.
Langkah-langkah diskusi sangat bergantung pada jenis diskusi yang digunakan. Hal ini dikarenakan tiap-tiap jenis memiliki karakteristik masing- masing. Seminar memiliki karakteristik yang berbeda dengan simposium, brain storming, debat, panel, sindikat group dan lain-lain. Demikian pula siposium dan yang lain-lain tersebut juga memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan yang lainnya. Akibat perbedaan karakteristik tersebut, maka langkah dan atau prosedur pelaksanaannya berbeda satu dengan yang lain. Meskipun demikian, secara umum untuk keperluan pembelajaran di kelas, langkah-langkah diskusi kelas dapat dilaksanakan dengan prosedur yang lebih sederhana. Moedjiono, dkk (1996) menyebutkan langkah-langkah umum pelaksanaan diskusi sebagai berikut ini.
1. Merumuskan masalah secara jelas
2. Dengan pimpinan guru para siswa membentuk kelompok-kelompok diskusi, memilih pimpinan diskusi (ketua, sekretaris, pelapor), mengatur tempat duduk, ruangan, sarana, dan sebagainya sesuai dengan tujuan diskusi. Tugas pimpinan diskusi antara lain: (1) mengatur dan mengarahkan diskusi, (2) mengatur "lalu lintas" pembicaraan.
3. Melaksanakan diskusi. Setiap anggota diskusi hendaknya tahu persis apa yang akan didiskusikan dan bagaimana cara berdiskusi. Diskusi harus berjalan dalam suasana bebas, setiap anggota tahu bahwa mereka mempunyai hak bicara yang sama.
4. Melaporkan hasil diskusinya. Hasil-hasil tersebut ditanggapi oleh semua siswa, terutama dari kelompok lain. Guru memberi alasan atau penjelasan terhadap laporan tersebut.
5. Akhirnya siswa mencatat hasil diskusi, dan guru mengumpulkan laporan hasil diskusi dari tiap kelompok.
Budiardjo, dkk, 1994:20--23 membuat langkah penggunaan model diskusimelalui tahap-tahap berikut ini.
1. Tahap Persiapan
a. Merumuskan tujuan pembelajaran
b. Merumuskan permasalahan dengan jelas dan ringkas.
c. Mempertimbangkan karakteristik anak dengan benar.
d. Menyiapkan kerangka diskusi yang meliputi: (1) menentukan
merumuskan aspek-aspek masalah,(2) menentukan alokasi waktu,(3) menuliskan garis besar bahan diskusi,(3) menentukan format susunan tempat,(4) menetukan aturan main jalannya diskusi.
e. Menyiapkan fasilitas diskusi, meliputi: (1) menggandakan bahan diskusi,(2) menentukan dan mendisain tempat,(3) mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan.
2. Tahap pelaksanaan
a. Menyampaikan tujuan pembelajaran.
b. Menyampaikan pokok-pokok yang akan didiskusikan.
c. Menjelaskan prosedur diskusi.
d. Mengatur kelompok-kelompok diskusi
e. Melaksanakan diskusi.
3. Tahap penutup
a. Memberi kesempatan kelompok untuk melaporkan hasil .
b. Memberi kesempatan kelompok untuk menanggapi.
c. Memberikan umpan balik.
d. Menyimpulkan hasil diskusi.
Untuk mempertahankan kelangsungan, kelancaran dan efektivitas diskusi, guru sebagai pemimpin diskusi memegang peranan menentukan. Mainuddin, Hadisusanto dan Moedjiono, 1980:8--9, menyebutkan sejumlah peranan yang harus dimainkan guru sebagai pemimpin diskusi, adalah berikut :
a. Initiating, yakni menyarankan gagasan baru, atau cara baru dalam melihat masalah yang sedang didiskusikan.
b. Seeking information, yakni meminta fakta yang relavan atau informasi yang otoritarif tentang topik diskusi.
c. Giving information, yakni fakta yang relavan atau menghubungkan pokok diskusi dengan pengalaman pribadi peserta.
d. Giving opinion, yakni memberi pendapat tentang pokok yang sedang dipertimbangkan kelompok, bisa dalam bentuk menantang konsesus atau sikap "nrimo" kelompok.
e. Clarifying, yakni merumuskan kembali pernyataan sesorang;
memperjelas pernyataan sesorang anggota.
f. Elaborating, yakni mengembangkan pernyataan seseorang atau member contoh atau penerapan.
g. Controlling, yakni menyakinkan bahwa giliran bicara merata;
menyakinkan bahwa anggota yang perlu bicara, memperoleh giliran
bicara.
h. Encouraging, yakni bersikap resetif dan responsitif terhadap
pernyataan serta buah pikiran anggota.
i. Setting Standards, yakni memberi atau meminta kelompok menetapkan,kriteria untuk menilai urunan anggota.
j. Harmonizing, yakni menurunkan kadar ketegangan yang terjadi dalamdiskusi.
k. Relieving tension, yakni melakukan penyembuhan setelah terjadinya tegangan.
l. Coordinating, yakni menyimpulkan gagasan pokok yang timbul dalam diskusi, membantu kelompok mengembangkan gagasan.
m. Orientating, yakni menyampaikan posisi yang telah dicapai kelompok dalam diskusi dan mengarahkan perjalanan diskusi selanjutnya.
n. Testing, yakni menilai pendapat dan meluruskan pendapat kearah yang seharusnya dicapai .
o. Consensus Testing, menialai tingkat kesepakatan yang telah dicapai dan menghindarkan perbedaan pandangan.
p. Summarizing, yakni merangkum kesepakatan yang telah dicapai.
e. Definisi tasawuf dan Pembelajarannya.
Tasawuf
merupakan salah satu jalan untuk meningkatkan kualitas ibadah seorang hamba
kepada Tuhannya, melalui beberapa tahapan, mulai dari bersyari’at, bertthoriqot
hingga mencapai kehakikatan dalam menyatukan Allah.Pembelajaran Tasawuf
diajarkan di beberapa perguruan Tinggi Islam dengan tujuan agar mencetak
kader-kader yang mempunyai keistiqoma’an dalam beribadah kepada Allah, dan
menjalin hubungan baik dengan masyrakat setempat melalui hubungan social yang
di kolaborasikan dengan dengan sikap santun sebagaimana yang dilakukan oleh
para sufisme.
Semenjak
Mahasiswa diajarkan tentang untuk slalu berspiritual melalui meningkatkan
kualitas ibadah, dari itu pembelajaran Tasawuf sangatlah urgen dikaji dan
telaah, hinnga menemukan suatu kepecayaan yang disertai dengan pengamalan dalam
rode-roda kehidupan ini, tak jarang kita temui perlakian seorang mahasiswa yang
acu tak acuh akan kondisi yang ada di Masyrakat setempat, padahal secara
dinamistik kehidupan Mahasiswa yang di sebut-sebut sebagai Agent of Change,
sangatlah dierluka dalam kehidupan bermasyrakat ( hablu min Annas )
Tak
lepass dari itu pembelajaran Tasawuf di samping hubungan secara horizontal juga
secara vertical, sehingga debgab adanya kolerasi antara pembelajaran yang
sering kita sebut sebagai ilmu sufisme itu dapat membantu perkehidupan dimas
yang akan datang ketika terjun di ranah Masyrakat.
f. Keunggulan Model diskusi dalam pembelajaran
Taswuf.
1.
Mempertinggi peran serta secara
perorangan
2.
Mempertinggi peran serta kelas
secara keseluruhan, dan
3.
Memupuk sikap saling menghargai
pendapat orang lain.
Dalam
berdiskusi tidak semua persoalan patut didiskusikan, persoalan yang patut
didiskusikan kehendaknya memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
1.
Menarik perhatian peserta didik
2.
Sesuai dengan tingkat
perkembangan peserta didik
3.
Memiliki lebih dan satu
kemungkinan pemecahan atau jawaban, bukan kebenaran lunggal, dan
4.
Pada umumnya tidak mencari mana
jawaban yang benar, melainkan menggunakan pertimbangan dan perbandingan.
Kelemahan Model Diskusi dalam
pembelajaran Tasawuf.
1.
Sering terjadi pembicaraan dalam
diskusi dikuasai oleh 2 atau 3 orang peserta didik yang memiliki keterampilan
berbicara
2.
Kadang-kadang pembahasan dalam
diskusi meluas, sehingga kesimpulan menjadi kabur
- Memerlukan waktu yang cukup panjang, yang kadang-kadang tidak sesuai dengan yang direncanakan
d.
Dalam diskusi sering terjadi perbedaan pendapat yang bersifat emosional yang
tidak dikontrol akibatnya, kadang-kadang ada pihak yang merasa tersinggung,
sehingga dapat mengganggu iklim pembelajaran.
Namun disamping untuk menunjang
keaktitfan siswa dalam berargumentasi, dengan adanya model diskusi itu,
sekiranya Mahasiswa dapat merefeleksi adanya sebuah kejadian yang berhubungan
dengan kehidupan, apabila kita bandingakan model ceramah yang hanya
memprioritaskan rasa yang dimiliki oleh gurunya, tapi Alternatif yang terbaik
untuk menunjang adanya sebuah pembelajaran di kelas PAI G, ialah dengan
mengganti model pembellajaran yang pas dan tepat, atau memilih dosen yang
sekiranya dapat menerapkan model diskusi dalam pembelajaran TYasawuf sendiri,
dan seruan masalah ketidak relevanan dosen berasal dari teman – teman yang
mengikuti prosesi pembelajaran di kelas PAI G fakultas tarbiah[7]
H. MODEL PENELITIAN.
Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) pertama kali diperke-nalkan oleh ahli psikologi sosial Amerika yang
bernama Kurt Lewin pada tahun 1946. Inti gagasan Lewin inilah yang selanjutnya
di-kembangkan oleh ahli-ahli lain seperti Stephen Kemmis, Robin Mc Tanggart, John
Elliot, Dave Ebbutt, dan sebagainya. PTK di Indonesia baru dikenal pada akhir
dekade 80-an. Oleh karenanya, sampai dewasa ini keberadaannya sebagai salah
satu jenis peneliti-an masih sering menjadi perdebatan jika dikaitkan dengan
bobot keilmiahannya.
Menurut Stephen Kemmis
(1983), PTK adalah suatu bentuk kegiatan penelaahan atau inkuiri melalui
refleksi diri yang dilaku-kan oleh
peserta kegiatan pendidikan tertentu dalam situasi sosial (termasuk pendidikan)
untuk memperbaiki rasionalitas dan kebe-naran dari (a) praktik-praktik sosial
atau pendidikan yang mereka lakukan sendiri, (b) pemahaman mereka terhadap
praktik-praktik tersebut, dan (c) situasi di tempat praktik itu dilaksanakan
(David Hopkins, 1993: 44). Sedangkan Tim Pelatih Proyek PGSM (1999) mengemukakan
bahwa PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku
tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan
mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap
tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktik
pembelajaran tersebut dilakukan (M. Nur, 2001)
PTK memiliki empat tahap
yang dirumuskan oleh Lewin (Kemmis dan Mc Taggar, 1992) yaitu Planning (Rencana), Action (Tindakan), Observation
(Pengamatan), dan Reflection (Refleksi).
Berikut ini adalah penjelasannya:
1.
Planning (Rencana)
Rencana merupakan
tahapan awal yang harus dilakukan guru sebelum melakukan sesuatu. Diharapkan
rencana tersebut berpandangan ke depan, serta fleksibel untuk menerima
efek-efek yang tak terduga dan dengan rencana tersebut secara dini kita dapat
mengatasi masalah. Dengan perencanaan yang baik seorang prak-tisi akan lebih
mudah untuk mengatasi kesulitas dan mendorong para praktisi tersebut untuk
bertindak dengan lebih efektif. Sebagai bagian dari perencanaan, partisipan
harus bekerja sama dalam diskusi untuk membangun suatu kesamaan bahasa dalam
menganalisis dan memperbaiki pengertian maupun tindakan mereka dalam situasi
tertentu.
2.
Action (Tindakan)
Tindakan ini merupakan
penerapan dari perencanaan yang telah dibuat yang dapat berupa suatu penerapan
model pembelajaran tertentu yang bertujuan untuk memperbaiki atau
menyempurnakan model yang sedang dijalankan. Tindakan tersebut dapat dilakukan
oleh mereka yang terlibat langsung dalam pelaksanaan suatu model pembelajaran
yang hasilnya juga akan diperguna-kan untuk penyempurnaan pelaksanaan tugas.
3.
Observation (Pengamatan)
Pengamatan ini berfungsi
untuk melihat dan mendoku-mentasikan pengaruh-pengaruh yang diakibatkan oleh
tindakan dalam kelas. Hasil pengamatan ini merupakan dasar dilakukannya
refleksi sehingga pengamatan yang dilakukan harus dapat menceritakan keadaan yang sesungguhnya. Dalam pengamatan,
hal-hal yang perlu dicatat oleh peneliti adalah proses dari tindakan, efek-efek
tindakan, lingkungan dan hambatan-hambatan yang muncul.
4.
Reflection (Refleksi)
Refleksi disini meliputi
kegiatan: analisis, sintesis, penafsiran (penginterpretasian), menjelaskan dan
menyimpulkan. Hasil dari refleksi adalah
diadakannya revisi terhadap perencanaan yang telah dilaksanakan, yang akan
dipergunakan untuk memperbaiki kinerja guru pada pertemuan selanjutnya. Dengan
demikian, PTK tidak dapat dilaksanakan dalam sekali pertemuan karena hasil
refleksi membutuhkan waktu untuk melakukannya sebagai planning untuk siklus
selanjutnya[8].
Untuk memperjelas
fase-fase dalam PTK, siklus spiral-nya dan bagaimana pelaksanaannya, Stephen
Kemmis menggambarkannya dalam siklus sebagaimana tampak pada gambar.( Gambar 1 : Penelitian Tindakan Model Kemmis dan Mc Taggart)
I. KEHADIRAN PENELITI.
Kehadiran
peneliti dalam penelitian yang sejenis kealitatif seperti ini, sangatlah
membutuhkan peran kehadiran peneliti, karena dalam prosesi penelitian ini perlu
adanya sebuah tahapan-tahapan yang tidak akan menjadikan data itu valid apabila
tidak dihadiri oleh peneliti sendiri, dan memerlukan ksentrasi dan menegement
waktu yang baik untuk mencapai kselesaian sesuai waktu yang telah disepakati.
J. LOKASI PENELITIAN.
Lokasi
penelitian yang di jadikan objek adalah kelas PAI G Semester 1 Universitas
Maulana malik Ibrahim malang, di laksanakan penelitian ditempat itu disamping
beberapa keluhan Mahasiswa terhadap dosen yang mengampuh mata kuliah tasawuf
juga karena keterbatasan waktu yang bentrokan dengan UAS yang diselenggarakan
oleh kampus, berlatar belakang begitulah peneliti mencoba menggaji dan
menjadikan problem pembelajaran itu sebagai tolak ukur bagi semua pihak, dan
sekiranya dapat dijadikan sebuah motivasi bagi para pengampuh mata kuliah untuk
berlomba-lomba meningkatkan kualitas mengajarnya.
Dengan
model diskusi yang mungkin akan diterapkan dalam pembelajaran Tasawuf sendiri
dapat memotivasi Mahasiswa dalam kinerja belajarnya, anggapan pembelajaran
Tasawuf hanya sebuah materi dapat di buang jauh-jauh dari pandangan Mahasiswa,
penerapan-penerapan makna yang terkandung dari Tasawuf sendiri dapat teralisasi
dalam berpola kehidupan sehari-hari.
K. DATA DAN SUMBER DATA PENELITIAN
Terkait
dengan sumber yang dijadikan sebuah acuan permasalahan dan penyelesaian dari
masalah, peneliti menagitkan beberapa Mahasiswa yang dijadikan objek wawancara
yang sekiranya menjadi tolak ukur yang tidak mendukung akan model pembelajaran
yang diterapakan oleh dosen pengampuh mata kuliah Tasawuf, dengan berwawancara
secara tatap muka dapat membantu penguat dalam peneyelesaian PTK yang sedang
peneliti lakukan dan wawancara dilakukan sebagaimana keluhan dari para
mahasiswa kelas PAI G tentang model pembelajaran yang tidak efektif dan
membosankan itu, menjadi sebuah kemenarikan tersendiri bagi peneliti untuk
menyelesaikan ketidak selarasan itu.
Disini
peneiti sebelum melakukan penelitian, telah melakukan sebuah
perencanaan-perencanaan yang membantu keberlangsungan penelitian, dengan
menggunakan data kualitatif disertai alat bantu komunikasi yang dapat membantu
kelancaran dalam mengetahui perkembangan didalam melakukan proses belajar
mengajar, dengan data-data itu peneliti dapat menyimpulkan sekaligus menawarkan
model pembelajaran yang baik bagi dosen untuk mahasiswanya khususnya untuk
pembelajaran Tasawuf di kelas PAI G yang dalam ini sebagai objek penelitian.
L. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Data yang terkumpul dalam penelitian ini, diambil melalui
beberapa prosedur pencarian data dengan menngunakan tahapan sebagai berikut:
1.
Wawancara
Hasil wawancara inimerupakan salah satu indikator
terpenting dalam kesuksesan penelitian ini, karena penelitian tentang PTK ini,
pada dasarnya berasal dari keluhan-keluhan Mahasiswa atau peserta didik yang
mengikuti pembelajaran dikelas, dengan keluhan itu peneliti ingin mencoba
mensistematikan guru ideal yang difavoritkan para Mahasiswa dalam pembelajaran
Tasawuf khususnya dan pada semua mata kuliah umumnya.
2.
Observasi.
Bermula dari wawancara untuk menvalidkan suatu pemecahan
permaslahan, peneliti melakukan sebuah sistem observasi yang tujuannya
membandingkan model pembelajaran dalam satu kelas dengan kelas yang lain,
sehingga memudahkan suatu priodisasi dalam pengenbangann dan pemecahan model
pembelajaran yang tidak efektif
Disamping itu beberapa masukan yang diterima oleh
peniliti menjadi sebuah pradigma tersendiri dalam pengenbangan mutu pendidikan
yang ada dikawasan uin maulana malik ibrahim malik ini, mengingat kanpus yang
telah terkenal dipenjuru dunia kiranya penting dalam peningkatan mutu
pembelajaran,dan semua itu akan berimpikasi pada kualitas kader-kader lulusan
yang telah lulus di lembaga pendidikan tinggi ini.
M. ANALISA DATA
Analisa data merupakan salah satu proses yang akan
menitik baratkan pada sesuatu secara mendalam, sehingga terjalinlah suatu
kolerasi yang dapat menyatukan antar sesuatu dan fungsinya, dalam proses
analisis inijuga mempunyai tahapan-tahapan yang diperhatikan dalam PTK
diantaranya:
1.
Redsuksi data.
Adanya item ini mempunyai fungsi menyederhanakan sesuatu
permasalhan yang ada di lapangan, melalui bebrapa bukti yang objekyivitas ,
kemudian dari itu munculah suatu bahan permaslahan yang dapat dijadikan pokok
bahasan dan dapat dicarikan jalan keluarnya melalui baberapoa perbandingan yang
valid melalui observasi.
2.
Penyajian Data.
Bila telah menemukan sebuah permaslahan tentunya dalam
pola pikir peneliti telah muncul suatu kerangka penelitian yang dapat dijadikan
sebuah landasan berfikir dalam membuat kerangka penelitian secara sistematika
dan sesuai dengan kaidah penelitian. Hal ini peneliti berusah menyajikan data
yang realistik dan empiris sesuai dengan apa yang terjadi dilapangan tidak
boleh mengada-ngada.
Karena apabila dalam penyajian telah mencapai suatu
kesempurnaan maka data yang ada dalam penelitian itu akan dapat dipertanggung
jawabkan kebenarannya sesuai kaidah penelitian yang baik dan benar, karena
apabila kita cermati kadangkala penelitian yang banyak keliru itu dalam
sajiannya, dari itu peneliti mencoba menerapkan sistematika yang sekiranya
cocok di semua kalangan.
N. PENGECEKAN KEABSAHAN DATA
Sebelum sistematika yang ada dalam penelitian sendiri
terselesaikan , peneliti juga mengecek adanya sebuah kesalahan yang sekiranya
dapat mengguruhi konsep yang ada pada pembaca atau penerap model,langkah-langkapun
harus dilakukan seperti:
1.
Melakukan pencermatan kembali
tentang sesuatu yang dijadikan sebuah permasalahan.
2.
Melakukan pencarian kepustakaan yang
maksimal agar dapat memperkuat ke apsahan data yang disajikan.
3.
Setting ulang ketata bahsaannya
sehingga terungkai kata-kata yang ilmiah.
O. TAHAPAN PENELITIAN
Tahapan peneilitai yang
diaplikasikan dalam penelitian ini menekan sebuah perencanaan yang
memungkinkan, karena penelitian itu adalh sebuah perencanaan yang diolah oleh
pemikiran berdasarkan permasalhan yang dapat dicarikan jalan keluarnya, dalam
tahapan kedua mencari sebuah jalan keluar yang sinkron dengan permasalahan yang
ada, agar tidak terjadi sebuah jalan keluar yang sesat, setelah melakukan
tahapan yang kedua peneliti langsung turun lapangan mengenai problem
pembelajaran yang terjadi dikelas PAI G mengenai pembelajaran yang tidak
kondusif di krebakan ketidak idealannya dosen yang mengampuh mata kuliah itu,
dari permasalhan itu, peneliti terus mencari tahu masalah apa yang menjadi
sebuah kendala dalam pembelajaran itu, sehingga melalui wawancara yang
cukupnlam dengan mahasiswa yang mengikuti pembelajaran, setelah adanya sebuah
problem itu, dicarikanlah solusi terbaik untuk dosen dalam model
pembelajarannya sehinga memptivasi adanya semangat belajar siswa atau
mahasiswa.
P.DAFTAR PUSTAKA
DR.B.uno, Hamzah. Model pembelajaran. Jakarta jl. Sawo
raya : Bumi Aksara
John W. Best. 1982.
Metodologi Penelitian (terjemahan Sanafiah Faisal dan Mulyadi GW). Surabaya:
Usaha Nasional.
Kardi, S., (2000). Penelitian
Tindakan Kelas. Kumpulan Makalah Teori Pembelajaran MIPA. Departemen Pendidikan
Nasional Universitas Negeri Surabaya PSMS Pascasarjana.
Sukardi. (2004). Metodologi penelitian pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara
Suharsimi Arikunto.,
Suhardjono., Supardi. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara
Soekartwi, Meningkatkan Efektivitas belajar, Jakarta:
Pustaka Jaya
[1] Model
pembelajaran ; prof.Dr.Hamzah B.Uno,M.pd bumi aksara . jl. Sawo raya No.18,
Jakarta 13220.
[2] ibid
1. Rochiati Wiriatmadja. 2007. Model Penelitian Tindakan
Kelas untuk Meningkatkan Kinerja Guru dan Dosen. Bandung: Remaja Rosda Karya.
[4] Suharsimi Arikunto., Suhardjono., Supardi. 2007.
Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
[5] Kardi,
S., (2000). Penelitian Tindakan Kelas. Kumpulan Makalah Teori Pembelajaran
MIPA. Departemen Pendidikan Nasional Universitas Negeri Surabaya PSMS
Pascasarjana.
[6]John W. Best. 1982. Metodologi
Penelitian (terjemahan Sanafiah Faisal dan Mulyadi GW). Surabaya: Usaha
Nasional.
[7] Suharsimi Arikunto., Suhardjono., Supardi. 2007.
Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
[8] Sukardi. (2004).
Metodologi penelitian pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
0 komentar:
Posting Komentar