A.
Teori
Belajar
Belajar
merupakan aktivitas sadar yang dilakukan oleh setiap orang guna menumbuh
kembangkan daya keintelektualannya melalui berbagai proses yang sifatnya dapat
menambah wawasan dan pengetahuan dengan menggunakan beberapa teori dan metode
yang ada, dengan harapan setiap orang bisa mengubah pradigmanya . kata belajar
sebenarnya tidak hanya pada ruang kelas atau di bangku perkuliahan, dimanapun
yang namanya belajar dapat di aplikasikan tanpa mengenal tempat dan waktu,
belajar membaca keadaanpun bias juga dinamakan belajar yang penting bisa
membangun cakrawala berfikir. Adapun titik tumpul pada pembahasan ini mengenai
belajar yang diarahkan pada pemikiran para tokoh, diantaranya menurut;
1. B.F.
Skiner
Skinner
memberikan ststemennya bahwa belajar merupakan “Tingkah laku sebagai hubungan
antara perangsang (S) dan respon (R)” yang terkenal dengan teorinya yaitu
Operant Conditioning Theory. Ada dua macam respon dalam kegiatan belajar
Respondent response reflexive respons, bersifat spontan atau dilakukan secara
reflek, diluar kemampuan seseorang. Dalam situasi yang demikiasn seseorang
cukup belajar dengan stimulus yang diberikan dan ia akan memberikan respons
yang sepadan dengan stimuli yang datang. Operant Response (Instrumental
Response), respon yang timbul dan berkembangnya dikuti oleh
perangsan-perangsang tertentu. Perangsang yang demikian disebut dengan
reinforcing stimuli atau reinforcer, karena perangsang ini memperkuan respons
yang telah dilakukan oleh organisme. Prosedur pembentukan tingkah laku dalam
operant response secara sederhana adalah sebagai berikut :
Mengidentifikasi
hal-hal apa yang merupakan reinforcer bagi tingkah laku yang akan dibentuk.
Menganalisa, dan selanjutnya mengidentifikasi komponen-komponen itu lalu
disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya tingkah laku
yang dimaksud. Berdasarkan urutan komponen-komponen itu sebagai tujuan
sementara, mengidentifikasi reinforcer untuk masing-masing komponen-komponen
itu. Melakukan pembentukan tingkah laku, dengan mengunakan urutan yang telah
disusun. Kalau komponen pertama telah dilakukan, maka hadiahnya (reinforcer)
diberikan. Kemudian komponen kedua, jika yang pertama sudah terbentuk, yang
kemudian diberi hadiah pula (komponen pertama tidak memerlukan hadiah lagi)
2. Pavlov
Dalam
teorinya Pavlov menyatakan bahwa gerakan refleks itu dapat dipelajari dan dapat
berubah dengan melakukan latihan. Refleks dibagi menjadi dua bagian, yaitu
refleks wajar (unconditioned reflex) dan refleks bersyarat (conditioned
reflex). Refleks wajar, refleks yang terjadi dengan sendirinya saat diberikan
rangsang, sedangkan refleks bersyarat adalah refleks yang harus dipelajari.
Menurut teori conditioning, belajar adalah suatu proses perubahan yang terjadi
karena adanya syarat-syarat (conditions), dapat berupa latihan yang dilakukan
secara terus menerus sehingga menimbulkan reasksi (response).
Kelemahannya adalah menganggap bahwa belajar adalah hanyalah terjadi secara otomatis dan lebih menonjolkan peranan latihan-latihan, dimana keaktifan dan pribadi seseorang tidak dihiraukan.
Kelemahannya adalah menganggap bahwa belajar adalah hanyalah terjadi secara otomatis dan lebih menonjolkan peranan latihan-latihan, dimana keaktifan dan pribadi seseorang tidak dihiraukan.
3. Guthrie
Teori
yang dikemukakan oleh Guthrie adalah teori conditioning yang menitikberatkan
pada cara-cara atau upaya tertentu untuk mengubah kebiasaan yang kurang baik
menjadi kebiasaan yang baik. Menurut Guthrie tingkah laku manusia itu adalah
merupakan deretan-deretan tingkah laku yang terdiri dari unit-unit. Unit-unit
tingkah laku ini merupakan respons atas rangsangan ang terjadi sebelumnya dan
menjadi rangsang berikutnya. Beberapa metode yang disarankan Guthrie untuk
mengubah tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan adalah :
a.
Metode Reaksi Berlawanan (Incompatible
Response Method)
Dasar pemikiran metode reaksi berlawanan adalah bahwa manusia adalah merupakan organisme yang selalu bereaksi terhadap rangsang-rangsang.
Dasar pemikiran metode reaksi berlawanan adalah bahwa manusia adalah merupakan organisme yang selalu bereaksi terhadap rangsang-rangsang.
b.
Metode Membosankan (Exhaustion Method)
Hubungan asosiasi antara rangsang dengan reaksi pada tingkah laku yang buruk dibiarkan sampai kemudian menjadi bosan atas keburukannya.
Hubungan asosiasi antara rangsang dengan reaksi pada tingkah laku yang buruk dibiarkan sampai kemudian menjadi bosan atas keburukannya.
c.
Metode Mengubah Lingkungan (Change of
Enviromental Method)
Adalah cara yang digunakan dengan memutuskan hubungan rangsang antara rangsang dengan respons yang buruk yang akan dihilangkan.
Adalah cara yang digunakan dengan memutuskan hubungan rangsang antara rangsang dengan respons yang buruk yang akan dihilangkan.
4. E.L.
Thorndike
Thorndike
menyatakana ada 2 prinsip belajar, yaitu law of effect dan law of exercise,
yang terangkum dalam teorinya yaitu The Connectionism Theory. Law of Effect
Adalah prinsip yang menyatakan bahwa seseorang dapat dengan cepat menguasai
perilaku baru, apabila ia merasa memperoleh susuatu yang menyenangkan,
memuaskan ketika melakukan perbuatan (response) yang berkenaan dengan perilaku
tersebut di atas. Law of Exercise Adalah prinsip yang menyatakan bahwa makin
sering perilaku baru itu dipraktekkan atau dilatih penerapannya makin kuat dan
makin cepat berintegrasi dengan keseluruhan perilaku kebiasaannya.
5. Clark
C. Hul
Dalam
teorinya ia mengatakan bahwa suatu kebutuhan harus ada pada diri seseorang yang
sedang belajar, kebutuhan itu dapat berupa motif, maksud, ambisi, atau
aspirasi. Dalam hal ini efisiensi belajar tergantung pada besarnya tingkat
pengurangan dan kepuasan motif yang menyebabkan timbulnya usaha belajar
individu. Prinsip penguat (reinforcer) menggunakan seluruh situasi yang
memotivasi, mulai dari dorongan biologis yang merupakan kebutuhan utama
seseorang sampai pada hasil-hasil yang memberikan ganjaran bagi seseorang. Jadi
pada diri seseorang harus ada motif sebelum belajar terjadi atau dilakukan.
6. Piaget
Piaget
mengemukakan aspek-aspek perkembangan intelektual anak sebagai berikut:
Aspek struktur Ada hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental, dan perkembangan berpikir logis anak-anak. Tindakan-tindakan menuju perkembangan operasi-operasi dan selanjutnya menuju pada perkembangan struktur-struktur. Struktur yang juga disebut skemata atau juga biasa disebut dengan konsep, merupakan organisasi mental tingkat tinggi.
Aspek struktur Ada hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental, dan perkembangan berpikir logis anak-anak. Tindakan-tindakan menuju perkembangan operasi-operasi dan selanjutnya menuju pada perkembangan struktur-struktur. Struktur yang juga disebut skemata atau juga biasa disebut dengan konsep, merupakan organisasi mental tingkat tinggi.
a. Aspek
isi
Isi maksudnya adalah pola perilaku anak khas yang tercermin pada respons yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya.
Isi maksudnya adalah pola perilaku anak khas yang tercermin pada respons yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya.
b. Aspek
fungsi
Fungsi adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual. Perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yaitu organisasi dan adaptasi.
Fungsi adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual. Perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yaitu organisasi dan adaptasi.
7. Jerome
S Bruner
Bruner
menyatakan bahwa inti belajar adalah bagaimana orang memilih, mempertahankan,
dan mentransformasikan informasi secara aktif. Menurut Bruner selama kegiatan
belajar berlangsung hendakanya siswa dibiarkan untuk menemukan sendiri
(discovery learning) makna segala sesuatu yang dipelajari. Dalam hal ini siswa
diberi kesempatan seluas-luasnya untuk berperan dalam memecahkan masalah.
Dengan cara tersebut diharapkan mereka mampu memahami konsep-konsep dalam
bahasa mereka sendiri.
8. Robert
M Gagne
Gagne mengemukakan ada lima kemampuan hasil belajar yaitu tiga bersifat kognitif, satu bersifat afektif, dan satu bersifat psikomotorik. Kemampuan itu adalah
Gagne mengemukakan ada lima kemampuan hasil belajar yaitu tiga bersifat kognitif, satu bersifat afektif, dan satu bersifat psikomotorik. Kemampuan itu adalah
a.
Kemampuan /keterampilan intelektual
Mampu menggunakan hal yang kompleks dalam suatu situasi baru dimana diberikan sedikit bimbingan dalam memilih dan menerapkan aturan-aturan dan konsep-konsep yang telah dipelajarinya sebelumnya. Kemampuan yang berhubungan dengan sikap atau mungkin sekumpulan sikap yang dapat ditunjukkan oleh perilaku yang mencerminkan pilihan tindakan terhadap kegiatan-kegiatan IPA
Mampu menggunakan hal yang kompleks dalam suatu situasi baru dimana diberikan sedikit bimbingan dalam memilih dan menerapkan aturan-aturan dan konsep-konsep yang telah dipelajarinya sebelumnya. Kemampuan yang berhubungan dengan sikap atau mungkin sekumpulan sikap yang dapat ditunjukkan oleh perilaku yang mencerminkan pilihan tindakan terhadap kegiatan-kegiatan IPA
b.
Kemampuan informasi verbal
c.
Keterampilan motorik
Bertolak dari model belajarnya, Gagne mengemukakan delapan fase dalam satu tindakan belajar (learning act). Fase-fase itumerupakan kejadian-kejadian eksternal yang dapat distruktur oleh siswa (yang belajar) atau guru. Fase-fase tersebut adalah:
Bertolak dari model belajarnya, Gagne mengemukakan delapan fase dalam satu tindakan belajar (learning act). Fase-fase itumerupakan kejadian-kejadian eksternal yang dapat distruktur oleh siswa (yang belajar) atau guru. Fase-fase tersebut adalah:
1) Fase
motivasi
Dimotivasi untuk belajar bahwa belajar akan memperoleh hadiah.
Dimotivasi untuk belajar bahwa belajar akan memperoleh hadiah.
2) Fase
pengenalan
Memberikan perhatian pada bagian yang esensial dari suatu kejadian instruksional.
Memberikan perhatian pada bagian yang esensial dari suatu kejadian instruksional.
3) Fase
perolehan
Jika sudah mendapatkan informasi yang relevan, maka telah siap untukmenerima pelajaran.
Jika sudah mendapatkan informasi yang relevan, maka telah siap untukmenerima pelajaran.
4) Fase
retensi
Informasi harus dipindahkan dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang.
Informasi harus dipindahkan dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang.
5) Fase
pemanggilan
Memperoleh hubungan antara informasi yang telah kita pelajari dengan informasi yang telah dipelajari sebelumnya.
Memperoleh hubungan antara informasi yang telah kita pelajari dengan informasi yang telah dipelajari sebelumnya.
6) Fase
generalisasi
Proses transfer informasi pada situasi-situasi baru.
Proses transfer informasi pada situasi-situasi baru.
7) Fase
penampilan
Siswa harus memperlihatkan bahwa mereka telah belajar sesuatu melalui penampilan yang tampak.
Siswa harus memperlihatkan bahwa mereka telah belajar sesuatu melalui penampilan yang tampak.
8) Fase
umpan balik
Siswa memperoleh umpan balik dari penampilan mereka.
Siswa memperoleh umpan balik dari penampilan mereka.
9. David
Ausubel
Ia
mengemukakan teori belajar yaitu teori belajar bermakna. Belajar dapat
diklasifikasikan dalam dua dimensi, yaitu:
Dimensi
yang berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan kepada
siswa melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi yang menyangkut cara bagaimana
siswa dapat mengabaikan informasi pada struktur kognitif yang ada. Struktur
kognitif adalah fakta, konsep, dan generalisasinya yang telah dipelajari dan
diingat siswa. Dalam implementasinya, teori ini terdiri dari dua fase, aitu
mula-mula ia menyangkut pemberian “the organizer” atau materi pendahuluan
diberikan sebelum kegiatan berlangsung dan dalam tingkat abstraksi. Fase
berikutnya dimana organisasinya lebih spesifik dan terarah.
10. Teori
Psikologi Gestalt
Teori ini disebut juga field theory
atau insight full lerning. Menurutnya manusia bukan hanya sekadar makhluk
reaksi yang hanya berbuat atau bereaksi jika ada rangsang yang mempengaruhinya.
Manusia adalah individu yang mempunyai kebulatan antara jasmani dan rohani.
Secara pribadi manusia tidak secara langsung bereaksi kepada rangsang, dan
tidak pula reaksi itu dilakukan secara tidak terarah, tidak pula dilakukan
dengan cara trial and error. Reaksi yang dilakukan manusia tergantung pada
rangsang dan bagaimana motif-motif yang terdapat pada dirinya. Manusia adalah
makhluk yang memiliki kebebasan.
Teori diatas merupakan buak hasil
dari pemikiran para tokoh pendidikan yang dapat dijadikan sebuah acuan dalam
belajar, disamping adanya perbedaan dari berbagai teori, juga dapat
mengintegrasikan satu teori dengan teori lainnya, sehingga dapat terjadi
perpaduan teori dan dapat menghasilkan teori yang sifatnya relevan dengan
perkembangan tekhnologi yang semua medianya canggih[1].
B.
Teori
Pembelajaran
Lain
halnya dengan pembelajaran yang ruang lingkupnya harus terdiri dari guru dan
peserta didik yang biasanya hanya dilakukan di kelas dan forum tertentu,dengan
menggunakan metode dan teori tertentu, demi menciptakan wahana kelas yang
kondusif. Dalam hal ini Bruner
mengemukakan bahwa teori pembelajaran adalah preskriptif dan teori belajar
adalah deskriptif, preskriptif karena tujuan utama teori pembelajaran adalah
menetapkan metode pembelajaran yang optimal, dan deskriptif karena tujuan utama
teori belajar adalah memerika proses belajar. Teori belajar menaruh perhatian
pada hubungan di antara variabel-variabel yang menentukan hasil belajar, atau
sebagaimana seseorang belajar. Teori pembelajaran menaruh perhatian pada
bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi hal belajar atau upaya
mengontrol variabel-variabel yang dispesifikasi dalam teori belajar agar dapat
memudahkan belajar.
Menurut Beberapa Tokoh ada beberapa
teori pembelajaran yang dapat dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran
formal
1. Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang
individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek
mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat,
minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata
melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang
dikuasai individu.
Beberapa
hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
a. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Thorndike
melakukan eksperimen terhadap kucing, dari hasil eksperimennya dihasilkan
hukum-hukum belajar, diantaranya:
1)
Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah
respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan
semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons,
maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
2) Law of Readiness;
artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal
dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini
menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu.
3) Law of Exercise;
artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah
erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak
dilatih.
b. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Berdasarkan eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor
anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1) Law of Respondent Conditioning
yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara
simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan
stimulus lainnya akan meningkat.
2) Law of Respondent Extinction yakni
hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent
conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka
kekuatannya akan menurun.
c. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan
selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya :
1) Law of operant conditining
yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan
perilaku tersebut akan meningkat.
2) Law of operant extinction
yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses
conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku
tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud
dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama
terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului
oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer
itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan
timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai
pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
d. Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational
learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan
dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme
lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis
atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai
hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri.
Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama
dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation)
dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih
memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward
dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku
sosial mana yang perlu dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan
teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip
kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity
Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method),
metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak
serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan
teori pengurangan dorongan.
2. Teori Belajar Kognitif menurut Piaget
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut
sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang
banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu
yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa
perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory
motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan
(4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses
rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton
(2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person
takes material into their mind from the environment, which may mean changing
the evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the
difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation”
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil
apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta
didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek
fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh
pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan
kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif,
mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
1) Bahasa
dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar
dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2) Anak-anak
akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru
harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3) Bahan
yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4) Berikan
peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5) Di
dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan
diskusi dengan teman-temanya.
3. Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran
merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan
hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran
terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga
menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi
terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi
eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang
diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam
individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang
mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Menurut
Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi;
(2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6)
generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.
4. Teori Belajar Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan
arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa
obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang
terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang
terpenting yaitu :
Hubungan
bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap
bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk)
dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan
sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar
bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan
figure.
1) Kedekatan
(proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu
maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk
tertentu.
2) Kesamaan
(similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan
dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
3) Arah
bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang
berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau
bentuk tertentu.
4) Kesederhanaan
(simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk
yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang
baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan
5) Ketertutupan
(closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola
obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
Terdapat
empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:
1) Perilaku
“Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”.
Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya
kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan
lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah
beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding
dengan perilaku “Molecular”.
2) Hal
yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan
geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan
yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang
nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah.
(lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang
penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).
3) Organisme
tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian
peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa.
Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo,
pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain,
gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.
4) Pemberian
makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang
dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan
suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang
diterima.
Aplikasi
teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
1) Pengalaman
tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam
perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan
tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau
peristiwa.
2) Pembelajaran
yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang
terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin
jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari.
Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam
identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang
dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan
proses kehidupannya.
3) Perilaku
bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan.
Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada
keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran
akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya.
Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas
pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
4) Prinsip
ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan
dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan
hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan
peserta didik.
5) Transfer
dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran
tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi
dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi
tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam
tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip
pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan
umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah
menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi
untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh
karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai
prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
5. Teori Belajar Alternatif Konstruktivisme
Teori belajar konstruktivisme adalah sebuah
teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau
mencari kebutuhannya dengan kemampuan menemukan keinginan atau kebutuhannya
tersebut dengan bantuan fasilitasi orang lain.Sehingga teori ini memberikan
keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi,
pengetahuan, atau teknologi dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan
dirinya sendiri.
Hasil belajar bergantung pada pengalaman
dan perspektif yang dipakai dalam interpretasi pribadi. Sebaliknya, fungsi
pikiran menginterpretasi peristiwa, obyek, perspektif yang dipakai, sehingga
makna hasil belajar bersifat individualistik. Suatu kegagalan dan kesuksesan
dilihat sebagai beda interpretasi yang patut dihargai dan sukses belajar sangat
ditentukan oleh kebebasan siswa melakukan pengaturan dari dalam diri siswa.
Tujuan pembelajaran adalah belajar how to learn. Penyajian isi KBM fakta
diinterpretasi untuk mengkonstruksikan pemahaman individu melalui interaksi
sosial.
Untuk
mendukung kualitas pembelajaran maka sumber belajar membutuhkan data primer,
bahan manipulatif dengan penekanan pada proses penalaran dalam pengambilan
kesimpulan. Sistematika evaluasi lebih menekankan pada penyusunan makna secara
aktif, keterampilan intergratif dalam masalah nyata, menggali munculnya jawaban
divergen dan pemecahan ganda. Evaluasi dilihat sebagai suatu bagian kegiatan
belajar mengajar dengan penugasan untuk menerapkan pengetahuan dalam konteks
nyata sekaligus sebagai evaluasi proses untuk memecahkan masalah.
Selama ini
masyarakat kita berada dalam suatu budaya dimana belajar dipandang sebagai
suatu proses mengkonsumsi pengetahuan. Guru bukan sekadar fasilitator, melainkan
sebagai sumber tunggal pengetahuan di depan kelas. Pembelajaran yang sedang
dikampanyekan, disosialisasikan justru berbeda dengan pandangan tersebut.
Belajar adalah suatu proses dimana siswa memproduki pengetahuan. Siswa menyusun
pengetahuan, membangun makna (meaning making), serta mengkonstruksi
gagasan. Pada dasarnya teori kontruktivisme menekankan bahwa belajar adalah meaning
making atau membangun makna, sedang mengajar adalah schaffolding
atau memfasilitasi. Oleh karena itu skenario suatu pembelajaran maupun kegiatan
belajar mengajar yang hanya terhenti pada tahapan dimana siswa mengumpulkan
data dan memperoleh informasi dari luar yakni guru, narasumber, buku,
laboratorium dan lingkungan ke dalam ingatan siswa saja, belumlah cukup, karena
siswa masih berada pada tingkatan mengkonsumsi pengetahuan. Karena itu perlu
langkah-langkah yang menunjukkan tindakan siswa mengkonstruksi gagasan untuk
memproduksi pengetahuan. Langkah-langkah
inilah yang sedang disosialisasikan dua tahun terakhir.(sumber sebagian dari
website pendidikan dan Karya Tulis; Dwi Purnomo)
Belajar dan pembelajaran adalah salah satu kesatuan yang
tidak bisa dipisahkan sekaligus saling kebergantungan, yang keduanya memiliki
peran yang sangat erat dalam mewujudkan kegiatan belajar mengajar di kelas. Dan
materi diatas sebuah angin segar bagi para pendidik guna memberikan pengajaran
yang modern tanpa menghilangkan pengajaran yang primitife, dan kegunaan teori
sangatlah urgen demi meningkatkan kualitas para pendidik dalam menyampaikan
pengajarannya. Kebanyakan dari para pendidik sekarang, tidak mengindahkan
adanya teori yang berlaku pada system pendidikan dengan berbagai alasan yang
tidak masuk akal. Sehingga dampak dari semua itu mulai tampai ketika peseta
didiknya mulai bingung ketika mengerjakan ujian sekolahnya.
[1]
http://akirawijayasaputra.wordpress.com/2012/03/14/10-teori-belajar-menurut-ahli-2/
dan karya (22 oktober 2013)
0 komentar:
Posting Komentar