CATATAN KECIL TENTANGKU
Hemi'z Misbah
Berawal dari
harapan orang tuaku dengan sejuta ikhtiar dan do’a, aku lahir di permukaan bumi
ini dengan tangis bahagia yang tepancar dari rawut keluargaku, meski pada saat
itu aku belum bisa merekam keadaan sekitar, tapi setidaknya aku bisa membaca
dari prosesi kelahiran saudara
saudaraku. Betapa perjuangan ummiku dalam mempertaruhkan nyawanya demi
keselamtan anak anaknya, hal itulah yang menjadi harga mati bagiku untuk slalu
berbakti dan menuruti apa yang diperintahkan orang tuaku.
Di desa yang
kecil dan kumuh aku menjalani ritual hidupku, mulai aku tak mengenal aksara
latin hingga aku bisa membacanya dengan terbata bata. Dimasa aku kecil dulu aku
slalu menjadi bahan omelan orang tuaku mulai dari kesalahan yang kecil sampai
kesalahan yang besar, hukumannya mesti pukulan yang terbuat dari rotan, dan
sungguh itu sangat menyakitkan dan lama sembuhnya. Dan maklum abiku memang
orang yang keras dan tidak mudah memberikan toleransi pada setiap kesalahan
anak anaknya, sampai akhirnya setelah aku sudah duduk dibangku kelas dua
Sekolah dasar, abi dan ummiku ingin bekerja di Arab Saudi disebabkan factor
ekonomi yang tidak mencukupi untuk kelangsungan hidup. Jadi mulai aku kelas dua
SD sampai kelas satu SMA aku hidup bersama kakekku dengan mengandalkan kiriman
dari orang tuaku yang berada di negeri Arab sana.
Selama aku
ditinggal kedua orang tuaku, dalam kurun waktu 8 tahunan, sikap marah marah dan
gampang emosi juga mewaris ke kakekku, dan aku slalu dan adekku slalu disisihkan
dari anak anaknya sampai uang jajanpun antara anaknya dan aku lebih besar
anaknya sendiri dengan slisih jauh, padahal uang itu hasil dari kiriman orang
tuaku. Dan mulai usia sedini itu aku
mulai diajari untuk nelfon sama orang tuaku yang ada di Arab sana untuk meminta
kiriman yang banyak, tanpa kakekku mengerti betapa abi dan ummiku disana juga
bekerja dengan panting tulang sampai keluar keringat kuning, sedang kakekku
hanya bisa merengek dan merengek tanpa adanya rasa syukur sedikitpun.
Tapi keadaan
itu tidak membuatku tertekan, aku slalu berusaha menutup nutupi cela kakekku
dan biar bagaimanapun beliau tetap kakekku yang harus aku hormati layaknya
orang tuaku sendiri. Dan Alhamdulillah semenjak aku duduk di bangku sekolah SD
dan Madrasah Diniyah aku slalu mendapatkan bintang kelas yang akhirnya
berdampak keterimanya aku disalah satu sekolah menengah pertama (SMP) di kota
sampang yang kata semua orang SMP yang saya masuki itu salah satu SMP favorit
no 1 di kota Sampang, hal yang membanggakan dan menjadi salah satu tolak ukur
sendiri bagi masa depan saya.
Di kota
sampanglah aku hidup dengan bemodalkan kegigihan untuk merubah pola hidup,
meski kadangkala kiriman saya kurang memadahi untuk kebutuhan sehari hari.
Perlahan aku jajaki pansnya kota sampang dengan penuh kesabaran hingga akhirnya
aku mendapatkan ringking no 1 di kelas yang unggulan juga di SMP itu, rasa
banggapun terus terucap saat aku mengabarkan berita suka itu kepada abi dan ummiku
yang ada di Arab Saudi sana.
Tapi entah itu
cobaan atau tegura dari yang maha kuasa, aku juga gak tahu. Tepatnya waktu aku
sudah lulus tes seleksi masuk di SMA Negeri 2 sampang, seketika aku mendapatkan
telfon dari kakekku, beliau mengabarkan bahwa abi dan ummiku kenak taplis
sehingga harus pulang ke Madura dan tidak bias melanjuti pekerjaannya di Arab
Saudi. Hati kecilku berbisik “kepada
siapa lagi yang akan menaggung biaya sekolahku dan adek adekku”. Keadaan
itu tidak menjadikan aku larut dalam kesedihan. Dengan kiriman yang seadanya
aku mulai menata kehidupan yang sederhana lagi, mulai makan yang basanya tiga
kali berubah menjadi dua kali,namun yang terjadi pada prestasiku mulai menurun
dan tak satupun prestasi aku dapatkan dalam hal akademikku, ya ! mungkin
cambukan keberadaan orang tuakulah yang memberikan aku bebanyang berdampak
kepada ketidak sanggupan diriku untuk menjalni ini semua seorang diri.
Tiga tahun aku
jalani kehidupan putih abu abuku dengan selebrasi dengan penderitaan dan
ketidak mengertianku pada sebagian materi yang slama ini guru transformasikan
kepadaku. Dan tidak sedikit guru guru SMA ku kecewa pada penurunan prestasiku,
padahal selama aku SMA aku diberikan beasiswa (SPP gratis). Apa mungkin masalah wanita juga mempengaruhi
prestasiku??, padahal aku kenal cinta itu hanya pada kelas XII saja dan
itupun biasa dikatakan cinta tak sampai alias “tidak berani nembak” pada zona
itu aku merasakan keindahan yang sungguh tak wajar bagi kehidupanku, walaupun
hanya pengakuanku saja dan si cewek menganggapnya biasa biasa saja dan
menganggap kehadiranku sebagai angin lewat yang tak perlu diberi sapa dan
senyum, namun setidaknya mengenalinya berikan aku semangat untuk berangkat
sekolah. Emang benar kata pepatah “di balik kekuatan seorang lelaki, pasti ada
sosok wanita yang hebat dibelakangnya”. Kata bijak itu dalam kehidupanku hanya
mengantarkanku untuk semangat masuk dan tidak bolos sekolah, dalam hal prestasi
tetap saja tidak ada peningkatan.
Detik detik
ujian Nasional mulai merempet dihadapan mata telanjangku, hingga aku memutuskan
untuk mengikuti les mata pelajaran yang akan diunaskan, kebetulan sekolah
menyediakan les itu, sehingga mudah bagiku untuk mengikutinya. Tiga bulan aku
paksakan semua tenaga dan pikiranku untuk focus ke Ujian Nasional, sampai
akhirnya tiba hari itu dan seakan semua mata pelajaran yang telah aku dalami
hilang semua saat aku mengerjakan UNAS itu, rasa cemas bercampur takut terus
menghantuiku paska aku melewati hari hari ujian Nasuinal itu, isu isu banyaknya
yang tidak lulus terus menjadi sarapan pagiku saat bertemu sama teman temanku.
Doa doa
pengharapan terus terpanjatkan seiring menanti pengumuman kelulusan, tepatnya
pada 13 April semua siswa angkatanku dipanggil sekolah, pada ssat itu juga
kepala sekolahku memberikan sebuah pengarahan bagi siswa yang nantinya tidak
lulus, selaku siswa yang tidak berprestasi sudah barang tentu yang namanya
ketakutan terus melahirkan keringat keringat yang membasahi baju putih abu
abuku. Tapi yang terjadi, Alhamdulillah semua siswa angkatanku yang berjumlah
600 siswa/siswi lulus 100%, rasa syukurku ku panjatkan di tengah lapangan SMA
ku seraya mengikuti arus pergaulan teman teman yang mencorat coret baju
putihku, saking bahagianya kita merayaknnya dengan konvoi disepanjang jalan sampai
larut malam dan sholatpun terasa tak penting lagi.
Rasa bangga
orang tua mulai terwakili oleh airmatanya disaat surat kelulusanku aku kirimkan
kepada orang tuaku di Desa. Ya ! walaupun hanya lulus relative rendah nilaiku,
karena orang tuaku menganggap bahwa lulus di Ujian Nasional itu sangatlah sulit
dan memerlukan pemikiran yang cerdas dan cermat, jadi mereka hanya luluspun
salah satu pretasi besar. Tak menutup kemungkinan kebahagiaan orang tuaku
bertambah ketika hari wisuda purma SMA di selenggarakan oleh sekolah.
Namun disamping
keluarga, aku juga mempunyai kehidupan yang derajtanya sebanding dengan
keluarga dalam mengisi warna dalam kehidupanku. Ya ! itu sahabat. Sebagian
orang mengatakan masa lalu bersama sahabat lambat laun akan pudar oleh gesekan
waktu, tapi lain halnya dengan aku yang slalu menomersatukan sahabat, karena
bagaimanapun peranan sahabat dalam perkembangan mentalitas dan moralitas sangat
mendukung. Berbicara tentang persahabatan, jujur ! walaupun aku lelaki tapi
semasa awal aku masuk di sekolah SMP dan SMA kota, aku masih mengalmi kendala pergaulan, rasa takut
salah dalam bergaul seringkali meninabobokan aku untuk berdiam sendiri dibalik
keramaian sekolah, mungkin ke introfiteanku itu sebagian besar karena ummi dan
abiku slalu memerlakukan kau denga rada kasar di masa kecilku. Dan sadarpun
melintasi arah pikiranku, tepatnya kelas XII SMA saya mulai membiasakan diri
untuk berkumpul sama temen.
Di tengah
prekonomian keluargaku yang mulai gak karuan,waktu memaksaku berjalan untuk
menatap masa depan, meski hati keciku berbisik tentang ketidak sanggupan.
Dengan bermodalkan 200 ribu aku beranikan melangkah ke kota Surabaya guna
mengikuti test seleksi masuk perguruan tinnggi se Indonesia jalur bidik
misi.Tepatnya pada bulan agustus 2012 aku diterima di kampus hijau UIN MALIKI
Malang, rasa senang dan bangga menyelimuti segelintir orang disekitarku.
Pasalnya temenku yang ikut seleksi ini gak ada yang diterima, akulah satu
satunya yang dipercaya oleh allah untuk belajar dan memperdalam keilmuanku.
Pernak pernik airmata
dan doa pengharapan terpancar dari rawut wajah abi dan ummiku, disaaat aku
harus pergi merantau ke kota malang. Rasa tak rela mulai jelas dan terang
ketika pelukan semua yang aku cinta erat dan melekat, seakan memberikan aku
ambigu latin untuk penggapain asaku, tapi perasaan biarlah tak rela, yang
penting aku akan berjuang demi air mata yang kalian cucurkan pada hari itu. “
Abi dan Ummiku, doakan anakmu ini, aku sayang abi dan Ummi”..
Malang, 22
oktober 2013.